Ilustrasi para pejuang lingkungan. Foto Istimewa
Agus Bei mengisahkan bagaimana pertama kali menanam bibit mangrove, sempat disebut sebagai pekerjaan orang gila.
"Memang sempat dibilang orang gila, menanam bibit mangrove di tengah hamparan bekas tambak tersebut, tetap saya lakukan karena ini pasti akan bermanfaat bagi keluarga saya," paparnya.
Hal tersebut terus dilakukan oleh Agus Bei tanpa menghiraukan omongan dari warga sekitar. Hari demi hari terus dilalui dengan penuh keikhlasan.
Dirinya berpikir jika rimbunan pohon mangrove ini kelak akan memberikan banyak manfaat, seperti: dapat menahan hembusan angin kencang, bisa memberikan kehidupan bagi biota laut, tempat kepiting dan ikan berkembang biak, namun yang lebih penting adalah, hutan mangrove atau bakau ini dapat menyaring udara kotor dan warga bisa menikmati udara segar setiap hari.
Bapak 2 anak ini yang terus menanam pohon bakau ini dan akhirnya membuahkan hasil. Benteng pohon mangrove yang ada di depan rumahnya mulai terlihat tumbuh. Dalam kurun waktu 7 tahun pemandangan pohon mangrove sudah terlihat jelas dan berwarna hijau sejuk dipandang mata.
"Cukup lama, sekitar 7 tahun, dan kita lakukan sulam, jika ada yang mati langsung diganti dengan yang baru jadi tidak terlihat kosong," sambung Agus.
Hingga pada tahun 2015 pohon bakau yang berhasil ditanam sudah sebanyak 20 ribu pohon di luasan area sebesar 40 hektare.
"Kita harus merawatnya, jangan sampai habis ditanam tidak diperhatikan, sehingga jika ada yang mati segera bisa diganti untuk ditanam kembali," lanjut Agus.
Akses Agus Bei semakin terbuka sejak dirinya terpilih menjadi ketua RT 85 di lingkungan dirinya tinggal, sehingga lebih bisa untuk mengajak masyarakat merawat pohon bakau yang ada.