Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Wanita sedang senyum optimis.
Ilustrasi Cara Mengelola Optimisme agar Tidak Berujung Frustrasi. (pexels.com/Karola G)

Optimisme kerap dianggap sebagai sikap yang wajib dimiliki setiap orang. Kita seolah dituntut untuk selalu berpikir positif, tersenyum, dan yakin bahwa semuanya akan berjalan baik. Namun, optimisme yang tidak dikelola dengan tepat justru berpotensi menimbulkan masalah. Harapan berlebihan dapat membuat seseorang mengabaikan risiko dan berujung pada kekecewaan ketika realitas tidak sesuai ekspektasi.

Optimisme yang sehat bukan tentang memaksakan senyum, melainkan kemampuan melihat harapan secara jernih tanpa menutup mata terhadap fakta. Dalam psikologi, optimisme perlu berjalan beriringan dengan realisme agar tidak berubah menjadi sumber frustrasi. Dengan pengelolaan yang tepat, harapan dapat menjadi energi positif tanpa melukai kondisi emosional.

Berikut lima cara membangun optimisme yang sehat dan stabil agar tidak berujung frustrasi.

1. Bedakan antara harapan dan kenyataan

Ilustrasi Hal tentang Luka Masa Kecil yang Terbawa hingga Dewasa. (pexels.com/Pexels User)

Optimisme yang tidak realistis sering muncul ketika harapan disamakan dengan kenyataan. Keinginan yang kuat tidak selalu sejalan dengan kemungkinan yang ada. Mengakui realitas bukan berarti bersikap pesimis, melainkan langkah bijak untuk melindungi diri dari kekecewaan berlebihan.

Dengan memahami perbedaan antara apa yang diharapkan dan apa yang mungkin terjadi, seseorang tetap bisa berharap tanpa memaksa keadaan. Optimisme pun berfungsi sebagai pendorong, bukan tekanan.

2. Tetapkan ekspektasi dalam batas yang manusiawi

ilustrasi perempuan tersenyum (freepik.com/benzoix)

Ekspektasi yang terlalu tinggi dalam waktu singkat kerap menjadi pemicu frustrasi. Ketika perubahan tidak terjadi secepat yang diinginkan, rasa gagal pun muncul. Padahal, perubahan besar membutuhkan proses bertahap.

Ekspektasi yang disesuaikan dengan kapasitas diri dan kondisi nyata akan membuat optimisme lebih stabil. Melunakkan ekspektasi bukan tanda menyerah, melainkan bentuk pemahaman bahwa kemajuan dibangun secara konsisten.

3. Siapkan ruang untuk kemungkinan buruk

Ilustrasi Cara Mengikhlaskan Tahun Lalu agar Tidak Terbawa ke Tahun Baru. (pexels.com/Alena Shekhovtcova)

Optimisme yang sehat tidak menutup mata terhadap risiko. Dengan menerima kemungkinan bahwa sesuatu bisa berjalan tidak sesuai rencana, daya tahan emosional justru menjadi lebih kuat.

Sikap ini membantu seseorang menyiapkan alternatif dan tetap tenang ketika menghadapi situasi sulit. Ini bukan berpikir negatif, melainkan berpikir adaptif agar tetap tangguh tanpa kehilangan semangat.

4. Fokus pada proses, bukan hanya hasil akhir

Ilustrasi Cara Introvert Menata Energi Mental untuk Memulai Tahun Baru. (pexels.com/George Milton)

Frustrasi sering muncul ketika perhatian hanya tertuju pada hasil akhir. Optimisme yang bertumpu pada pencapaian semata membuat seseorang mudah merasa gagal ketika target belum tercapai.

Dengan berfokus pada proses, progres kecil dapat terlihat dan diapresiasi. Hal ini membuat optimisme menjadi energi yang mendorong langkah ke depan, bukan tekanan untuk segera sampai tujuan.

5. Rayakan perubahan kecil yang sering terlewat

Ilustrasi Panduan Psikologis bagi Introvert untuk Membuat Resolusi Tahun Baru. (pexels.com/Mayara Caroline Mombelli)

Perubahan besar selalu berawal dari langkah-langkah kecil. Namun, banyak orang mengabaikannya karena terlalu terpaku pada hasil besar. Menghargai progres kecil membuat optimisme lebih membumi dan tidak mudah runtuh.

Merayakan setiap kemajuan, sekecil apa pun, memberi penguatan positif yang sehat. Optimisme pun tumbuh secara konsisten tanpa harus menunggu keberhasilan besar datang.

Mengelola optimisme berarti menempatkan harapan dalam batas yang sehat. Dengan menyeimbangkan harapan dan kenyataan, optimisme dapat menjadi kekuatan yang menguatkan, bukan sumber kekecewaan. Di tengah ketidakpastian hidup, optimisme yang sehat adalah modal penting untuk tetap bertahan dan berkembang.

Demikian lima cara membangun optimisme yang sehat dan stabil agar tidak berujung frustrasi.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team