Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi air kelapa dalam wadah.
ilustrasi air kelapa dalam wadah (freepik.com)

Samarinda, IDN Times - Menjelang rencana pemotongan dana transfer ke daerah (TKD) oleh pemerintah pusat pada 2026, Gubernur Kalimantan Timur Rudy Mas’ud kembali mengingatkan seluruh jajarannya untuk memperkuat inovasi. Salah satu langkah strategis yang terus didorong adalah peningkatan investasi, terutama pada sektor hilirisasi kelapa dalam.

Gubernur Rudy menegaskan, kelapa dalam memiliki potensi besar sebagai sumber penggerak ekonomi masa depan sekaligus penopang pendapatan asli daerah (PAD) yang berkelanjutan. Pengembangan hilirisasi ini juga dinilai penting untuk mengurangi ketergantungan Kaltim terhadap eksploitasi sumber daya alam yang tidak terbarukan, dengan beralih pada potensi ekonomi hijau.

“Penting bagi kita membuka seluas-luasnya investasi pengembangan hilirisasi. Contohnya, kelapa dalam,” ujar Gubernur Harum saat memimpin Morning Briefing di Aula Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Kaltim dikutip dari akun IG Pemprov Kaltim, Senin (17/11/2025).

1. Potensi pemberdayaan sektor kelapa dalam

Mentan RI, Andi Amran Sulaiman berdialog Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud dan Bupati PPU Mudyat Noor (IDN Times/Ervan)

Ia menjelaskan, Indonesia merupakan negara penghasil kelapa dalam terbesar di dunia karena tanaman ini hanya bisa tumbuh di wilayah tropis. Kaltim, kata dia, memiliki potensi besar yang belum sepenuhnya dioptimalkan.

“Potensi hilirisasi kelapa dalam ini sangat luar biasa,” tegasnya.

Satu pohon kelapa dalam mampu menghasilkan 50–80 butir per tahun. Hanya dari penjualan kopra, potensi pendapatan bisa mencapai sekitar Rp35 juta per hektare per tahun. Secara nasional, nilai ekonomi industri hilirisasi kelapa dalam bahkan diperkirakan dapat menembus Rp2.400 triliun.

2. Produk turunan kelapa dalam yang bermanfaat

Ilustrasi santan kelapa (https://www.freepik.com/author/jcomp)

Dari kelapa dalam dapat dihasilkan berbagai produk turunan, seperti minyak kelapa, santan, virgin coconut oil (VCO), serta coco fiber dan coco peat dari olahan serabutnya. Seluruh produk ini memiliki permintaan tinggi di pasar global.

Di tingkat petani, harga kelapa dalam berkisar Rp13 ribu per butir. Namun setelah diolah, nilai jualnya meningkat tajam. Selama ini, banyak kelapa dari Indonesia diekspor ke Thailand dan Vietnam untuk kemudian diolah menjadi produk bermerek lokal negara tersebut.

pohon kelapa (unsplash.com/HerrySucahya)

Menurut Gubernur Rudy, peluang besar ini harus dimaksimalkan melalui pengembangan budidaya dan industri kelapa dalam, mengingat Kaltim memiliki lahan yang luas dan potensial. Pemprov, lanjutnya, berkomitmen mempermudah proses perizinan investasi di sektor hilirisasi kelapa dalam.

Ia meyakini, pengembangan industri ini dapat menjadi motor penggerak ekonomi masyarakat sekaligus memperkuat transformasi ekonomi daerah dari yang sebelumnya bergantung pada sumber daya alam tidak terbarukan menuju ekonomi hijau yang berkelanjutan.

Editorial Team