Komnas Perempuan: RKUHP Harus Punya Perspektif Gender yang baik

Selain itu, RKUHP juga harus bisa melindungi kelompok rentan

Jakarta, IDN Times – Komisioner Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Riri Khariroh, mengatakan bahwa Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) harus memiliki perspektif gender yang baik, memperhatikan perspektif hak asasi manusia, dan melindungi kelompok rentan.

“Kami sih paradigmanya bagimana penal code ini harus memiliki perspektif gender yang baik dan juga punya perspektif hak asasi manusia. Terus yang nomor dua, bagaimana penal code atau KUHP itu harus melindungi khususnya kelompok-kelompok yang rentan, dalam hal ini perempuan, anak-anak, lalu kelompok disabilitas, minoritas, dan lain sebagainya,” ujar Riri saat ditemui di Gedung Komnas Perempuan, Kamis (20/9).

Perspektif-perspektif tersebut yang kemudian digunakan oleh Komnas Perempuan dalam memberi masukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

1. Komnas Perempuan kritik RKUHP

Komnas Perempuan: RKUHP Harus Punya Perspektif Gender yang baikANTARA FOTO/Aprillio Akbar

Komnas Perempuan memberi masukan dalam rancangan RKUHP ini,agar kelompok rentan mendapatkan perlindungan. Karena, Komnas Perempuan sendiri melihat terdapat beberapa pasal yang juga rentan untuk dikriminalisasi.

“Makanya itu kita secara khusus memberi masukan-masukan spesifik supaya RKUHP ini memberikan perlindungan terhadap perempuan, anak-anak, disabilitas, minoritas, dan sebagainya,” ujar Riri.

Baca Juga: Soal RKUHP, Komnas HAM: Dikit-dikit Dipidana, Ya Penjara Penuh  

2. Intervensi Komnas Perempuan dalam RKUHP sudah dibahas sejak lama

Komnas Perempuan: RKUHP Harus Punya Perspektif Gender yang baikIDN Times/Sukma Shakti

Sebelumnya, sejak tahun 2002, Komnas Perempuan turut campur tangan terkait persoalan RKUHP. Hal ini dilakukan Komnas Perempuan karena RKUHP sudah dibahas sejak lama.

“Jadi, di Komnas Perempuan ini untuk RKUHP sebenarnya kita intervensinya sudah cukup lama. Karena RKUHP ini memang sudah dibahasnya lama sekali, di Komnas Perempuan sendiri itu, intervensinya sudah dari tahun 2002 bahkan. Semakin intensif dari 2017 sampai sekarang, karena kan pas dibahas secara intens ya,” ujar Riri.

3. Living law tidak bisa dijadikan acuan untuk hukum pidana

Komnas Perempuan: RKUHP Harus Punya Perspektif Gender yang baik(Ilustrasi) IDN TImes/Sukma Shakti

Living law atau hukum yang hidup di dalam masyarakat, tidak bisa dijadukan acuan untuk hukum pidana, karena menurut Riri, hal tersebut berpotensi multi-tafsir.

“Jadi ini buat kami masih sangat bermasalah. Bagaimana hukum yang ada di masyarakat akan digunakan di RKUHP, karena itu berpotensi multi-tafsir dan gak ada batasan yang jelas, padahal kan hukum pidana harus berpatok asas kita bilang legalisme, maksudnya harus ada legalitasnya gitu. Kalo hukum hidup di masyarakat gak tertulis itu dan itu gak bisa dijadiin rujukan untuk hukum pidana,”

Riri juga menambahkan bahwa hukum pidana harus bisa memberi kepastian hukum kepada masyarakat.

4. Membangun kesadaran masyarakat tentang RKUHP

Komnas Perempuan: RKUHP Harus Punya Perspektif Gender yang baikANTARA FOTO/Aprillio Akbar

Riri mengatakan kesadaran masyarakat itu, perlu untuk dibangun karena RKUHP ini berdampak bagi masyarakat. Selain itu, Komnas Perempuan juga akan memberikan pernyataan sikap dan memberi surat kepada presiden terkait RKUHP ini.

“Yang harus kita lakukan adalah public pressure, membangun kesadaran publik bahwa RKUHP bisa mengancam kebebasan warga negara dan berpotensi adanya pelanggaran hak asasi terhadap perempuan dan kelompok rentan,” ujar Riri.

Baca Juga: Ratusan Mahasiswa UI Ikut Aksi Tolak RKUHP dan Pelemahan KPK

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria

Berita Terkini Lainnya