Harmoni Etnis Tionghoa dan Suku Banjar di Banjarmasin 

Sejarah panjang pembauran dan kontribusinya

Banjarmasin, IDN Times - Mayoritas penduduk Kota Banjarmasin berasal dari Suku Banjar, tetapi sebagian kecil merupakan warga pendatang dari berbagai suku di Nusantara dan Tiongkok yang telah menetap selama ratusan tahun.

Pembicaraan mengenai etnis Tiongkok di Kota Banjarmasin mengungkapkan bahwa masyarakat Suku Banjar telah beradaptasi dengan baik terhadap keberadaan warga keturunan Tiongkok.

1. Tahun 1736 kampung pecinan mulai didirikan

Harmoni Etnis Tionghoa dan Suku Banjar di Banjarmasin Daerah pacinan di Banjarmasin Jalan Veteran, Banjarmasin Tengah.

Menurut pakar sejarah Mansyur dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM), migrasi warga Tionghoa terjadi dalam beberapa gelombang, khususnya dari dua provinsi di selatan Tiongkok.

Sejak tahun 1300, perdagangan dengan Tiongkok sudah terjalin, dan saat Kesultanan Banjar didirikan pada tahun 1526, sudah terdapat warga Tiongkok di Tanah Banjar. Momen penting lainnya adalah pada tahun 1736, ketika Sultan Hamiddullah memperkenankan berdirinya perkampungan Pecinan dan menunjuk Liem Bian Kho sebagai Kapten Syahbandar di Pelabuhan Tatas.

"Masyarakat etnis Tionghoa diperkirakan sudah hadir sejak tahun 1300, namun pada tahun 1736, kampung Pecinan didirikan di wilayah Banjarmasin Tengah," ujar Mansyur.

Baca Juga: Kejari Limpahkan Berkas Kasus Penusukan Siswa SMAN 7 ke PN Banjarmasin

2. Warga pecinan sudah berbaur mulai dari tradisi hingga agama

Harmoni Etnis Tionghoa dan Suku Banjar di Banjarmasin Mansyur, Dosen FKIP di Universitas Lambung Mangkurat.

Seiring waktu, terjadi pembauran antara etnis Tionghoa dan warga lokal, termasuk dalam aspek budaya, tradisi, adat-kebiasaan, agama, dan perkawinan. Fakta menarik melibatkan tokoh seperti Phang Tje, seorang pengukir/relief yang diundang ke Istana Banjar dan kemudian menikah dengan keluarga Istana Banjar, memberikan kontribusi besar terhadap keturunan Tionghoa di daerah tersebut.

Etnis Tionghoa terus berbaur dengan masyarakat lokal hingga saat ini, terikat oleh ikatan keluarga dan perkawinan, serta melahirkan pemuka agama yang dihormati.

Diskusi juga mengungkap peran tokoh nasional asal Banjarmasin, Liem Koen Hian, yang terlibat dalam pergerakan nasional dan berkontribusi dalam persiapan kemerdekaan Republik Indonesia. Warga Tionghoa juga terlibat dalam militer, seperti Lie Kie Ming yang menjadi bagian dari ALRI Divisi IV.

3. Mendirikan Universitas Lambung Mangkurat

Harmoni Etnis Tionghoa dan Suku Banjar di Banjarmasin Universitas Lambung Mangkurat di Banjarmasin.

Tidak hanya dalam perjuangan kemerdekaan, tokoh Tionghoa juga berperan penting dalam pendirian Universitas Lambung Mangkurat. Sejumlah donator Tionghoa turut berperan dalam mengembangkan universitas tersebut, bahkan menduduki posisi penting dalam struktur organisasi.

Peran aktif etnis Tionghoa juga terlihat dalam pendirian Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintahan, serta Fakultas Kesehatan. Kiprah mereka dalam kepemudaan, pemberdayaan pemuda, pendidikan dasar, dan kontribusi ekonomi juga diakui sebagai bagian integral dari perkembangan Kota Banjarmasin.

4. Mengenalkan mata uang di zaman barter

Selain itu, warga Tionghoa memainkan peran penting dalam pengenalan penggunaan mata uang dalam perdagangan di Tanah Banjar. Sebelum dikenalnya mata uang, perdagangan dilakukan dengan sistem barter, dan kontribusi Tionghoa membantu memperkenalkan alat tukar untuk memudahkan transaksi.

Meskipun memiliki sejarah yang panjang, hubungan antara Banjar dan etnis Tionghoa tetap harmonis, tanpa catatan konflik. Pembauran antar budaya dan selera makan yang beragam menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari yang saling melengkapi dan memperkaya.

Baca Juga: Puluhan Anak di Banjarmasin Menderita DBD, Warga Diimbau Terapkan PHBS

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya