Sejarah Gempa di Kalimantan yang Berlangsung Ratusan Tahun

Sejarah mencatat gempa terjadi tahun 1815

Banjarmasin, IDN Times - Sejumlah daerah lain di Kalimantan Selatan (Kalsel) baru-baru ini dihebohkan oleh fenomena langka, yaitu getaran gempa yang terjadi pada tanggal 13 Februari 2024 dengan Magnitudo 4,7. 

Getaran gempa dideteksi terjadi pada kedalaman 10 Kilometer disusul pada hari berikutnya.

Peristiwa ini dianggap langka mengingat Pulau Kalimantan dianggap sebagai kawasan bebas gempa. Ternyata, sejarawan mencatat bahwa Borneo atau Kalimantan telah beberapa kali mengalami gempa.

1. Gempa sudah tercatat dua abad lalu

Sejarah Gempa di Kalimantan yang Berlangsung Ratusan TahunMansyur, Sejarawan dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM)

Pakar sejarah Universitas Lambang Mangkurat (ULM) Banjarmasin Mansyur mengatakan, Pulau Kalimantan telah mengalami beberapa gempa, terutama terjadi wilayah selatan. Hal ini disebabkan oleh keberadaan patahan atau sesar di wilayah tersebut.

Sesar-sesar ini membentang dan melintasi Pulau Kalimantan. Terlepas dari apakah sesar-sesar ini aktif atau tidak, setiap sesar pernah mengalami tekanan dan kemungkinan besar masih menyimpan "energi" yang dapat terakumulasi.

Mengingat banyaknya sesar di Kalimantan, bagaimana data sejarah gempa di sana?

Catatan awal tentang gempa di wilayah Karesidenan Borneo Bagian Selatan dan Timur (yang sekarang mencakup area Kalsel, Kalteng, Kaltim, dan Kaltara) diperkenalkan oleh Artur Wichmann yang melaporkan gempa dan gelombang laut yang terjadi pada tanggal 10 April 1815.

Sekitar dua abad atau 200 tahun yang lalu, pusat gempa besar tersebut berada di Pulau Sumbawa dan disebabkan oleh erupsi Gunung Tambora. Hal ini mengakibatkan gempa dan gelombang besar di wilayah Ambon hingga Kalimantan bagian tenggara (yang sekarang termasuk Kabupaten Tanah Laut, Tanah Bumbu, dan Kotabaru).

"Sayangnya, tidak terdapat catatan tentang dampak gempa tersebut," katanya.

Baca Juga: Pelaku Penusukan Caleg di Banjarmasin Menyerahkan Diri ke Polisi

2. Gempa terjadi lagi 47 tahun setelah gempa 1815

Sejarah Gempa di Kalimantan yang Berlangsung Ratusan TahunMenara Pandang di Siring Banjarmasin.

Gempa di wilayah ini tidak hanya terjadi sekali. Dalam catatan tentang gempa di Hindia Belanda, khususnya di wilayah Borneo (Kalimantan), Artur Wichman dalam disertasinya, "The Earthquakes of the Indian Archipelago From 1858 to 1877," membedakan daerah yang sering terkena gempa dengan daerah yang rentan terhadap gempa.

Wichman mencatat daerah-daerah yang rentan terhadap gempa termasuk Kalimantan, Bangka, Billiton, Kepulauan Riouw (Riau), dan Semenanjung Malaya.

Setelah gempa pada tahun 1815, gempa terjadi lagi 47 tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 25 Desember 1862, yang melanda wilayah Tanah Laut, masih di area Karesidenan Borneo bagian Selatan dan Timur.

Sayangnya, tidak ada catatan detail tentang gempa ini, termasuk dampaknya. Hanya empat tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 30 Agustus 1866, gempa bumi terjadi dari Jawa Tengah hingga Jawa Timur dan Madura, berdampak luas ke wilayah Tenggara dan Selatan Kalimantan.

Gempa ini terjadi sekitar pukul 09.30 pagi dan getarannya dirasakan hingga ke Kota Banjarmasin, meskipun hanya sebagai getaran kejutan yang lemah dan tidak berdampak serius. Pada dasawarsa ini, gempa kembali melanda tujuh tahun kemudian pada tanggal 2 Oktober 1873, kali ini melanda wilayah Banjarmasin pada pagi menjelang siang sekitar pukul 10.50. Getarannya cukup kuat dengan durasi empat detik penuh. Sayangnya, tidak ada catatan tentang dampak gempa ini.

3. Gempa 1902 sebabkan gangguan ekonomi

Sejarah Gempa di Kalimantan yang Berlangsung Ratusan TahunPeta Pulau Kalimantan.

Hanya berselang setahun, tepatnya pada tanggal 26 Juni 1874, sekitar pukul 2 siang, gempa melanda hampir seluruh wilayah Kalimantan Bagian Selatan. Mulai dari Banjarmasin, Kandangan, Margasari, Barabai, hingga Amuntai dan Tandjung, Amuntai Bureau, province of the South and East Bureau of Borneo.

Gempa ini berupa guncangan yang terjadi selama empat kali berturut-turut.

"Tahun 1862 kembali terjadi gempa setelah tidur selama 47 tahun. Namun sayang tidak ada catatan tentang dampaknya," ucapnya.

Setelah gempa di pertengahan abad ke-19 ini, gempa yang terjadi cukup jarang hingga kemudian gempa besar melanda sebagian wilayah Banua Lima pada malam hari tanggal 7 September 1902. Gempa bumi ini terpantau di Tandjong dan wilayah lain yang termasuk wilayah Amoentai (Kalimantan). Sementara di Kota Bandjermasin, hanya sedikit guncangan yang terasa dari arah barat daya dan timur laut.

Ini dilaporkan secara bombastis oleh Koran De locomotief, Samarangsch handels- en advertentie-blad, dan De Avondpost (edisi 22 September 1902).

Gempa pada abad ke-19 ini dianalisis oleh Han Knapen (2001) dalam tulisannya, "Forests of Fortune? The Environmental History of Southeast Borneo, 1600-1880." Menurut Knapen, gempa bumi terjadi sesekali di wilayah Kalimantan bagian Selatan dan Timur antara tahun 1882 dan 1890.

Dari laporan bencana alam yang direkapitulasi pada laporan tahunan ke Batavia, sekitar empat gempa kecil dilaporkan terjadi di wilayah Banjarmasin. Tidak ada kerugian manusia atau materi yang disebutkan. Satu-satunya gangguan ekonomi yang disebabkan oleh gempa bumi, sejauh yang disebutkan dalam arsip, terjadi pada tahun 1667 ketika tanaman lada dikatakan rusak sebagian.

4. Gempa 1936 guncang Banjarmasin, tapi tidak ada catatan dampak

Meskipun buktinya terbatas, sangat mungkin bahwa gempa bumi lain dalam sejarah Kalimantan Bagian Tenggara menyebabkan beberapa gangguan ekonomi atau ekologi ringan, misalnya menyebabkan hilangnya tanaman pertanian, merusak petak-petak hutan, atau mempengaruhi ketersediaan hasil hutan seperti kapur barus.

Seperti hujan abu vulkanik, gempa bumi meninggalkan jejak yang jelas dalam ingatan masyarakat Kalimantan, gempa-gempa besar tersebut terkristalisasi dalam agama, mitologi, dan sejarah lisan mereka.

"Meskipun gempa bumi, hujan es, dan angin puyuh hanya berdampak kecil terhadap kehidupan manusia, hujan abu dari gunung berapi, badai, kebakaran hutan alam, dan banjir sering kali menyebabkan kerugian ekonomi dan gangguan ekologi," tuturnya.

Setelah gempa pada tahun 1902, tiga dasawarsa kemudian tepatnya pada tahun 1936, gempa kembali mengguncang Kota Banjarmasin.

Seperti yang dilaporkan oleh Koran Soerabaijasch Handelsblad dan De Sumatra post di edisi yang sama (29 Februari 1936) serta koran Algemeen Handelsblad (edisi 01 Maret 1936), gempa bumi terjadi di Banjarmasin pada malam hari jam 11.45 (tanggal 28 Februari 1936 malam).

"Sayangnya, tidak ada catatan tentang kekuatan gempa dan dampaknya. Hanya disebutkan bahwa gempa bumi kuat terjadi selama sekitar satu menit. Untungnya tidak ada kerusakan yang terjadi. Gempa ini juga melanda wilayah Batavia (Jakarta) dua menit setelah Banjarmasin, tepatnya jam 11.47 malam. Pusat gempa masih belum dapat dipastikan, tetapi diperkirakan berjarak sekitar 880 kilometer dari ibu kota," ungkapnya. 

Baca Juga: Pemkot Banjarmasin Tawarkan Solusi selama Pelunasan Utang

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya