DPR Revisi UU KPK, Begini Reaksi Kemarahan Pimpinan Komisi Antirasuah

KPK sudah memberikan rekomendasi ke DPR

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi perihal revisi UU Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, tentang Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK). KPK sejatinya sudah memberikan rekomendasi kepada DPR RI, namun tidak diindahkan.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyampaikan hal tersebut melalui akun Twitter-nya @LaodeMSyarif, pada Minggu (8/9) kemarin.

Baca Juga: Koalisi Masyarakat Sipil: Jokowi Harus Tegas Lawan Pelemahan KPK

1. KPK telah memberikan empat rekomendasi kepada DPR RI

DPR Revisi UU KPK, Begini Reaksi Kemarahan Pimpinan Komisi AntirasuahIDN Times/Margith Juita Damanik

Laode sepertinya mengungkapkan kekesalannya pada anggota dewan melalui Twitter, dengan menggunakan huruf besar. Ia menyebutkan KPK telah memberikan empat rekomendasi kepada DPR, yakni perihal penghilangkan suap dalam perizinan, perbaikan kualitas penegakan hukum, penyelamatan aset dan pendapatan pajak/PNBP, dan reformasi birokrasi.

"Kalau TIDAK MAU IKUTI REKOMENDASI @KPK_RI
Soal:
-hilangkan suap dalam perizinan
-Perbaiki kualitas penegakan hukum
-Penyelamatan asset dan pendapatan pajak/PNBP
-Reformasi Birokrasi
JANGAN SALAHKAN
@KPK_RI karena rekomendasi-nya sudah disampaikan tp TIDAK DITAATI
@DPR_RI," tulis Laode.

Pada cuitan lainnya, Laode menyebutkan perihal pencegahan korupsi, KPK bersama kementerian dan lembaga telah membentuk sekretariat bersama.

"KPK bahkan menjadi Kepala Sekretariat Pencegahan Korupsi bersama BAPENAS-KSP-KEMENDAGRI-MENPAN RB...dan melapor ke Presiden setiap 6 Bulan. @KPK_RI menjalankan Peraturan Presiden ttg Pencegahan Korupsi. Aksinya jelas dan terukur," tulis dia.

2. KPK tidak dilibatkan dalam pembahasan revisi UU KPK

DPR Revisi UU KPK, Begini Reaksi Kemarahan Pimpinan Komisi Antirasuah(Pesan pegawai KPK bagi Presiden Jokowi) Dokumentasi Biro Humas KPK

Sementara, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan sejak awal, KPK tidak pernah diajak berdiskusi oleh DPR perihal revisi UU KPK.

"KPK belum mengetahui dan juga tidak pernah dilibatkan dalam penyusunan rencana revisi UU KPK tersebut," kata Febri, melalui keterangan tertulis, Rabu (4/9) lalu.

Apalagi sebelumnya, Febri melanjutkan, berbagai upaya revisi UU KPK cenderung melemahkan kinerja lembaga antirasuah. Hingga kini, lembaga antirasuah juga belum membutuhkan revisi terhadap UU KPK.

Justru dengan undang-undang ini, kata dia, KPK bisa bekerja menangani kasus-kasus korupsi, termasuk operasi tangkap tangan (OTT), serta penyelamatan keuangan negara lainnya melalui tugas pencegahannya.

Dalam pandangan KPK, tutur Febri, akan menjadi janggal apabila revisi terhadap UU KPK tidak mengajak diskusi pihak pemerintah atau Presiden.

"Sebab, tentu tidak akan bisa menjadi undang-undang jika tanpa pembahasan dan persetujuan bersama dengan Presiden. Karena undang-undang adalah produk DPR bersama Presiden," kata Febri.

3. Seluruh fraksi DPR setuju revisi UU KPK

DPR Revisi UU KPK, Begini Reaksi Kemarahan Pimpinan Komisi AntirasuahIDN Times/Kevin Handoko

Seluruh anggota DPR yang hadir 77 orang dari 281 anggota dewan, kompak menyatakan setuju revisi UU KPK. Tak ada fraksi yang keberatan atau interupsi. Pimpinan paripurna pun mengetok palu sidang, tanda diresmikan revisi UU KPK menjadi inisiatif DPR.

"Tok!"

Tanggapan setiap fraksi atas usul revisi UU KPK ini langsung diserahkan secara tertulis kepada pimpinan, tidak dibacakan di dalam rapat paripurna.

“Dengan demikian 10 fraksi telah menyampaikan pendapat fraksinya masing-masing. Pendapat fraksi terhadap RUU usulan Badan Legislasi DPR RI tentang Perubahan Kedua UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, dapat disetujui jadi usul DPR RI," kata Wakil Ketua DPR RI Utut Adianto, selaku pimpinan sidang.

Setelah diketok dalam paripurna, Baleg DPR akan mengebut pembahasan revisi UU KPK, sehingga bisa selesai sebelum masa jabatan DPR 2019-2024 habis pada 30 September mendatang.

"Ada tekad untuk menyelesaikan masa sidang ini," kata Anggota Baleg DPR Hendrawan Supratikno di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (5/9).

4. Enam pembahasan DPR soal revisi UU KPK

DPR Revisi UU KPK, Begini Reaksi Kemarahan Pimpinan Komisi AntirasuahIDN Times/Irfan fathurohman

Berikut enam materi muatan revisi UU KPK yang disepakati:

a. Kedudukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), sebagai lembaga penegak hukum yang berada pada cabang kekuasaan eksekutif atau pemerintahan. Meskipun KPK merupakan bagian dari cabang kekuasaan eksekutif atau pemerintahan, namun dalam menjalankan tugas dan wewenangnya KPK bersifat independen. Pegawai KPK merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tunduk kepada peraturan perundang-undangan di bidang aparatur sipil negara.

b. KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dapat melakukan penyadapan. Namun pelaksanaan pendapat dapat dilakukan setelah mendapat izin dari Dewan Pengawas KPK

c. KPK selaku lembaga penegak hukum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia (integrated criminal justice system). Oleh karena itu, KPK harus bersinergi dengan lembaga penegak hukum lainnya sesuai dengan hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia.

d. Di dalam upaya meningkatkan kinerja KPK di bidang pencegahan tindak pidana korupsi, setiap instansi, kementerian dan lembaga wajib menyelenggarakan pengelolaan laporan harta kekayaan terhadap penyelenggaraan negara sebelum dan setelah berakhir masa jabatan.

e. KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya diawasi oleh Dewan Pengawas KPK yang berjumlah 5 (lima) orang. Dewan Pengawas KPK tersebut, dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dibantu oleh organ pelaksana pengawas

f. KPK berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara tindak pidana korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama (satu) tahun. Penghentian penyidikan dan penuntutan tersebut harus dilaporkan kepada Dewan Pengawas dan diumumkan kepada publik. Penghentian penyidikan dan penuntutan dimaksud dapat dicabut apabila ditemukan bukti baru yang berdasarkan putusan praperadilan.

5. Presiden Jokowi telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi

DPR Revisi UU KPK, Begini Reaksi Kemarahan Pimpinan Komisi Antirasuah(Koalisi masyarakat sipil menyampaikan harapan ke Jokowi) www.twitter.com/@TIIndonesia

Dalam rangka upaya pencegahan yang lebih fokus, terukur, dan berorientasi pada hasil dan dampak, pemerintah memandang Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang 2012-2025 dan Jangka Menengah 2012-2014 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan.

Atas dasar pertimbangan tersebut, Presiden Joko "Jokowi" Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi, pada 20 Juli 2018.

Menurut Perpres Nomor 54 Tahun 2018, fokus Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) meliputi perizinan dan tata niaga, keuangan, serta penegakan hukum dan reformasi birokrasi, yang dijabarkan melalui Aksi PK.

“Dalam rangka menyelenggarakan Stranas PK, dibentuk Tim Nasional Pencegahan Korupsi yang selanjutnya disebut Timnas PK,” demikian bunyi Pasal 4 ayat (1) Perpres ini, seperti dilansir laman setkab.go.id.

Timnas PK, menurut Perpres ini, terdiri dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di dalam negeri, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang aparatur negara, kepala lembaga nonstruktural yang menyelenggarakan dukungan kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam melaksanakan pengendalian program prioritas nasional dan pengelolaan isu strategis, serta unsur pimpinan KPK.

Adapun Aksi PK ditetapkan setiap dua tahun sekali oleh Timnas PK berkoordinasi dengan kementerian, lembaga, pemerintah daerah, dan pemangku Kepentingan lainnya yang terkait.

Timnas PK mempunyai beberapa tugas yakni mengoordinasikan, menyinkronisasikan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan Stranas PK di kementerian, lembaga, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan lainnya.

Kemudian, menyampaikan laporan capaian pelaksanaan Stranas PK di kementerian, lembaga, pemerintah daerah, dan Pemangku Kepentingan lainnya yang terkait kepada Presiden. Tugas Timnas PK lainnya adalah mempublikasikan laporan capaian pelaksanaan Aksi PK kepada masyarakat.

Guna mendukung kelancaran tugas sebagaimana dimaksud, Timnas PK dibantu Sekretariat Nasional Pencegahan Korupsi, berkedudukan di KPK.

Dalam Pasal 8 Perpres ini disebutkan pelaksanaan tugas dan wewenang Timnas PK tidak mengurangi wewenang dan independensi pelaksanaan tugas serta fungsi KPK, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Timnas PK menyampaikan laporan pelaksanaan Stranas PK kepada Presiden setiap enam bulan sekali, atau sewaktu-waktu jika diperlukan. Sementara, Aksi PK ditetapkan untuk pertama kali paling lambat tiga bulan sejak Peraturan Presiden ini diundangkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly pada 20 Juli 2018.

Baca Juga: Bila RUU KPK Diketok akan Buat Pengusutan Kasus Korupsi Besar Mandek

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya