Koalisi Peduli Nelayan Kerang Darah Muara Badak melaporkan dugaan pencemaran yang dilakukan oleh PT PHSS ke Polda Kaltim. (IDN Times/Erik Alfian)
Pusat Advokasi Kalimantan Timur (Pusaka), yang selama ini mendampingi nelayan Muara Badak menilai lambannya penanganan kasus ini mencerminkan pengabaian hak warga atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat. Ketua Pusaka Kaltim, Muhammad Taufik, menegaskan korporasi seharusnya bertanggung jawab penuh atas kerusakan yang terjadi.
“Pasal 88 UUPPLH menerapkan prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability). Korban tidak perlu membuktikan kesalahan. Selama ada bukti kerusakan akibat aktivitas perusahaan, maka tanggung jawab penuh ada pada korporasi,” ujar Taufik kepada IDN Times.
Ia mendesak PHSS agar segera melakukan pemulihan lingkungan dan kompensasi bagi korban tanpa menunggu proses hukum berlarut. “Ini bukan soal niat baik, tapi kewajiban hukum,” tambahnya.
Pihaknya juga menyampaikan tiga tuntuan. Yang pertama. segera merilis hasil laboratorium secara utuh dan transparan kepada publik untuk mengakhiri spekulasi, memberikan kepastian ilmiah, dan memungkinkan proses hukum pidana berjalan sesuai amanat Pasal 98 dan 99 UUPPLH.
Mereka juga mendesak agar mempercepat proses gelar perkara dan memberikan jadwal penanganan yang jelas dan terukur. Koordinasi internal tidak boleh menjadi alasan untuk menunda hak korban atas keadilan dan kepastian hukum.
"Kepada PT Pertamina Hulu Sanga-Sanga (PHSS) untuk menunjukkan itikad baik dan tanggung jawabnya dengan tidak hanya menunggu proses hukum yang berlarut-larut, melainkan secara proaktif memulai langkah-langkah pemulihan lingkungan dan dialog untuk pemenuhan ganti rugi terhadap nelayan terdampak," sebut Taufik.