27,5 Persen Anak di Kalbar Mengalami Stunting, Ibu-ibu Butuh Edukasi

Pontianak, IDN Times - Anak yang mengalami stunting di Kalimantan Barat (Kalbar) sebesar 27,5 persen. Pemerintah sampai saat ini berjibaku untuk mengedukasi para ibu-ibu hamil, menyusui, hingga para remaja putri terkait pentingnya gizi seimbang.
Pj Ketua TP PKK Kalbar, Windy Prihastari mengatakan, sampai saat ini pihaknya sudah turun ke tujuh kabupaten dan kota di Kalbar untuk memberikan edukasi gizi kepada ibu-ibu yang memiliki baduta (bayi di bawah dua tahun).
“Bahkan sebelum Ketua PKK Pusat, Ibu Tito Karnavian datang kemarin, kita sudah turun dan memberikan edukasi kepada ibu-ibu ini terkait gizi yang harus diberikan kepada anak-anak mereka,” kata Windy, Jumat (1/12/2023).
1. Ibu-ibu di pedalaman Kalbar butuh edukasi gizi anak

Saat mengunjungi sejumlah Kabupaten Kota untuk memberikan edukasi gizi, Windy menceritakan ibu-ibu di sana kebanyakan tidak tahu harus memenuhi gizi anaknya dengan komponen makanan sehat apa saja.
“Jadi waktu mereka diajarin itu mereka antusias karena memang sebelumnya ibu-ibu di sana tidak tahu, dan kepingin tahu, kepingin diajarkan apa aja sih makanan yang bergizi untuk anaknya,” ucap Windy.
Bahkan sebelum sosialisasi dan demo masak memperkenalkan makanan bergizi untuk mencegah stunting, sejumlah ibu-ibu di pedalaman Kalbar masih memberikan anak-anaknya (baduta) dengan bubur tim, bubur kacang hijau, dan protein nabati.
Sebenarnya, kata Windy, makanan tersebut boleh saja dimakan namun bukan masuk dalam 3 prioritas komposisi Pemberi Makanan Tambahan (PMT) pencegahan stunting.
“Di sana kita bukan sekadar seremoni, tapi kita demo masak dan langsung menyuapkan, memastikan makanan dengan gizi baik tersebut masuk ke mulut bayi,” kata Windy.
Ada tiga menu utama untuk pencegahan stunting dan pemberian gizi anak di bawah dua tahun. Di antaranya adalah karbohidrat, yang bisa dimasak menjadi bubur nasi, lalu protein hewani, dan lemak.
“Yang penting itu karbohidrat, kita masak bubur nasi, lalu protein hewani bisa saja ikan, ayam, daging, udang, dan lainnya, selanjutnya lemak, lemak itu bisa didapat dari minyak ikan, minyak sayur,” terang Windy.
Windy juga memaparkan sejumlah makanan yang tidak perlu diberikan kepada bayi, terutama pada makanan yang banyak mengadung serat. Windy menceritakan, ibu-ibu di sana cukup cepat menerima ilmu yang diberikan, bahkan menurutnya, teori saja tak cukup untuk sosialisasi tersebut, dibutuhkan aksi seperti demo masak yang sudah dilakukan.
Pemberian makanan olahan dari 3 komponen tadi, kata Windy, harus diberikan setiap hari 3 kali dalam sehari. Untuk bayi sampai usia 8 bulan olahan makanan tersebut harus diberikan dengan tekstur yang benar-benar lembut.
“7 Kabupaten Kota yang kita datangi itu kemarin Kapuas Hulu, Sintang, Melawi, Ketapang, Bengkayang, Sambas, dan Pontianak. Saya harap PKK di setiap daerah akan lebih gencar lagi untuk turun ke posyandu memberikan edukasi kepada ibu-ibu menyusui, dan ibu-ibu hamil,” tegas Windy.
2. Kalbar dapat Rp39 miliar anggaran dana untuk program stunting

Kementerian Kesehatan memberikan dana sebesar 39 miliar untuk menangani stunting di wilayah Kalbar. Pj Gubernur Kalbar, Harisson mengatakan, dana Rp39 miliar tersebut langsung dikirim ke rekening seluruh puskesmas yang ada di Kalbar.
“Anggaran itu langsung ke puskesmas-puskesmas di Kalbar dari dana DAK Non Fisik Kemenkes, ini digunakan untuk memberikan makanan tambahan langsung dari produk lokal,” ucap Harisson.
Uang tersebut, kata dia, digunakan untuk membeli produk makanan lokal. Misalnya para kader posyandu, bidan, perawat setempat, ibu-ibu PKK yang mendampingi berbelanja produk lokal seperti beras, ikan, minyak sayur, dan lain sebagainya.
“Nanti mereka masak dan diberikan kepada baduta dan ibu hamil. Sasaran mereka itu baduta yang berat badannya tidak naik, kan dipantau di posyandu, kemudian yang berat badannya kurang, kemudian baduta yang gizinya kurang,” lanjut Harisson.
Tak hanya dari Kemenkes, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) juga menggelontorkan Rp48,5 miliar khusus untuk penanganan stunting. Dana ini langsung dikirim kepada kabupaten dan kota di Kalbar.
“Anggaran ini untuk operasional mereka, termasuk monitoring, evaluasi terkait penanganan stunting tersebut. Kemudian nanti ada rakor, kan nanti dievaluasi mereka melakukan rapat koordinasi itu (menghabiskan) sekitar 30 juta sekali rakor di tingkat Kabupaten,” terang Harisson.
Selanjutnya, jika ada kasus-kasus stunting lain pihaknya akan melakukan audit dan akan dibicarakan, bahkan pihaknya juga kerap mengundang pakar untuk penanganan stunting tersebut. Ada juga dana untuk memenuhi kebutuhan kit stunting atau permainan anak-anak di posyandu sebagai penunjang tumbuh kembang kognitif anak.
“Bila ada kasus-kasus stunting, diaudit stunting yang dibicarakan di Kabupaten Kota dengan mengundang pakar, itu sekitar 40 juta per sekali dan hanya 2 kali dalam setahun, sedangkan rakor itu 4 kali,” paparnya.
3. Di akhir tahun, penyerapan anggaran stunting di Kalbar belum sampai 50 persen

Harisson mengungkapkan, penyerapan anggaran dari Kemenkes maupun BKKBN masih rendah. Penyerapan anggaran dari Kemenkes sampai saat ini baru terserap sekitar 39 persen, sedangkan anggaran dari BKKBN baru terserap sekitar 46 persen.
Sementara itu, Kepala Perwakilan (Kaper) BKKBN Kalbar, Pintauli Romangasi Siregar menanggapi soal serapan anggaran yang masih sedikit itu. Sejumlah faktor jadi penghambat penyerapan anggaran stunting tersebit.
Pintauli mengatakan, lambatnya penyerapan anggaran dana diduga karena pencairan dana di setiap Kabupaten Kota yang berbeda, dia juga menduga ada ketakutan terkait pemanfaatan dananya, dan para pendamping di lapangan yang selalu berganti-ganti.
“Kendala yang dihadapinya mungkin salah satunya pemanfaatannya belum terlalu dimanfaatkan. Kendalanya mungkin persoalan pencairan di setiap Kabupaten Kota berbeda, ada ketakutan terkait pemanfaatan dananya,” kata Pintauli.
“Pendamping ini banyak berganti di lapangan sehingga orang yang sudah ditetapkan menjadi pendamping sering berganti, sehingga kesinambungan pendampingan menjadi terhambat, sehingga kami sulit mendapat data supaya kita bisa memberikan honor pendampingan kepada mereka, lanjut Pintauli.
4. Harisson minta kader keroyokan datang ke posyandu

Pengetahuan ibu-ibu tentang pola asuh tentunya sangat penting terkait dengan angka stunting. Maka dari itu, Harisson mengajak stakeholder terkait untuk berbondong-bondong ke posyandu, dan gencar memberikan edukasi kepada ibu-ibu tersebut.
“Pentingnya imunisasi, gizi pada ibu hamil, pentingnya menjaga kesehatan. Dan menu apa saja yang diberikan balita dan baduta itu yang digalakkan. Saya mengharapkan petugas di tingkat Kabupaten Kota, petugas puskesmas, petugas BKKBN, kader posyandu benar-benar turun ke setiap posyandu untuk mengajari ibu-ibu tentang bagaimana gizi apa saja untuk asupan bagi mereka,” tegas Harisson.
Pendidikan yang rendah membuat pengetahuan terkait pola asuh ibu-ibu di Kalbar juga masih rendah, sehingga angka stunting di Kalbar masih bergerak lambat dalam hal penurunan.
“Insyaallah dengan pemerintah kabupaten, kader, masyarakat, petugas kesehatan turun ke postandu untuk memberikan pemahaman meningkatkan pengetahuan kepada ibu-ibu ini, saya yakin akan terjadi penurunan angka stunting,” sebutnya.
5. Kabupaten Melawi duduki angka tertinggi stunting di Kalbar

Harisson memaparkan, menurut Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, angka stunting tertinggi di Kalbar adalah Kabupaten Melawi dengan angka 44,1 persen, sedangkan terendah ada di Kabupaten Sintang dengan angka 18,7 persen.
Untuk menurunkan angka stunting di Kalbar, TP PKK Kalbar membuat suatu inovasi dengan nama Sinita Penjaga Ibu Jari atau singkatan dari Sinergitas Organisasi Wanita dalam Peningkatan Pengetahuan Gizi Keluarga Ibu, dan Remaja Putri.
Tak hanya itu, BKKBN Kalbar juga menyebutkan ada dua program menonjol untuk menurunkan angka stunting tersebut seperti program Generasi Berencana (GenRe), dan program Bina Keluarga Balita (BKB).
“Program BKB ini ada hampir di seluruh desa, BKBnya ini juga program khusus penanganan stunting, dan di sini dilakukan pengukuran serta perkembangan anak, sandingan dari yang dilakukan di posyandu,” ucap Pintauli.
6. Dokter spesialis gizi cuma ada 2, Kalbar kekurangan SDM

Sumber Daya Manusia (SDM) yang profesional juga salah satu hal yang penting untuk menunjang penurunan angka stunting, namun di Kalbar sendiri, kata Harisson, cuma ada 2 dokter spesialis gizi.
“Kita memang kekurangan tenaga, dokter spesialis gizi di kalbar aja cuma 2 orang, 1 di Pontianak di RSUD Soedarso dan 1 di Ketapang,” ungkap Harisson.
Namun dengan kekurangan SDM tersebut, lantas tak membuat pemerintah Kalbar menyerah. Harisson mengatakan, pihaknya telah melatih sejumlah petugas kesehatan untuk memantau perkembangan gizi anak, dalam hal ini untuk penurunan angka stunting.
“Tetapi kita pun tidak menyerah, kita latih petugas kesehatan dan kita punya petugas gizi di setiap puskesmas yang sekolah Ahli Madya Gizi atau S1 gizi, ini yang kita manfaatkan, kita tugaskan untuk meningkatakn pengetahuan ibu,” jelasnya.
Saat ini, kata Harisson, petugas kesehatan, Bupati, Wali Kota, BKKBN, Dinas Kesejatan, serta perangkat daerah lainnya turut meramaikan posyandu untuk memberikan edukasi kepada ibu-ibu.
“Mereka memberikan pengetahuan kepada ibu-ibu. Kenapa stunting penting? Karena stunting itu menyebabkan anak-anak ini kemampuan kognitifnya kurang, kemampuan berpikir kompleks untuk mengembangkan nalarnya, memecahkan masalah itu akan lebih rendah,” ungkap Harisson.
“Dan stunting itu kesempatan kita untuk mencegahnya dari remaja putri, pra konsepsi, konsepsi, ibu hamil, ibu menyusui, sampai berumur 2 tahun. Lewat dari 2 tahun kalau sudah stunting kita tidak bisa apa-apa, jadi kesempatan pertama di seribu hari kehidupan. Kenapa stunting penting? Karena kita harus menyiapkan generasi untuk menyongsong 2045,” tukasnya.