50 Truk Batubara Diadang Warga, JATAM Kaltim: Negara Tak Hadir di Muara Kate

- 50 truk batubara diadang warga, berasal dari konsesi kedaluwarsa
- Warga menduga praktik ilegal ini telah berlangsung beberapa bulan terakhir dan menilai pembiaran oleh aparat jauh lebih berbahaya
Samarinda, IDN Times – Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur, Mareta Sari, mengecam keras aktivitas hauling batubara ilegal yang kembali marak di wilayah Muara Kate, Desa Muara Langon, Kecamatan Batu Sopang, Kabupaten Paser. Ia menegaskan bahwa kegiatan tambang tanpa izin ini tidak hanya merampas ruang hidup warga, tetapi juga merupakan bentuk kejahatan lingkungan yang dibiarkan oleh negara.
“Ini bukan sekadar pelanggaran administratif. Ini kejahatan lingkungan yang terus dibiarkan aparat dan pemerintah. Negara absen,” tegas Mareta dalam keterangan tertulisnya, Kamis (5/6/2025).
Komentar ini muncul setelah warga Muara Kate kembali mengadang iring-iringan truk hauling batubara ilegal yang melintasi jalan umum pada dini hari, 2 Juni 2025.
1. 50 truk batubara diadang warga, berasal dari konsesi kedaluwarsa

Sebagai informasi, aksi warga mengadang konvoi truk pengangkut emas hitam tersebut bermula dari beredarnya voice note di WhatsApp sehari sebelumnya yang menyebutkan bahwa posko penjagaan Muara Kate sudah aman dilalui. Pesan itu memicu kekhawatiran karena selama ini posko tersebut menjadi titik strategis penolakan tambang ilegal.
Sebagai tanggapan, warga menggelar patroli malam dan pada pukul 01.00 WITA berhasil mengadang 50 truk bermuatan batubara. Para sopir mengaku bahwa muatan diangkut dari bekas konsesi PT Tunas Muda Jaya di kawasan Gunung Raja, Desa Busui, dan hendak dikirim ke PT Conch di Tabalong, Kalimantan Selatan.
Namun, menurut JATAM Kaltim, izin operasi PT Tunas Muda Jaya telah berakhir secara hukum sejak 19 September 2021, dan tidak ada dokumen perpanjangan yang ditemukan.
“Hauling batubara dari konsesi yang sudah mati izinnya adalah pelanggaran terang-terangan terhadap UU Minerba. Apalagi mereka melintasi jalan umum, itu sudah dua lapis pelanggaran,” tegas Mareta.
2. Duga ada pembiaran oleh aparat

Warga menduga bahwa praktik ilegal ini telah berlangsung setidaknya sejak beberapa bulan terakhir, saat banyak warga tengah berladang. Momentum tersebut dimanfaatkan untuk meloloskan muatan batubara tanpa terdeteksi. Meski demikian, Mareta menilai pembiaran oleh aparat jauh lebih berbahaya.
“Sudah lebih dari 200 hari sejak kematian Russel, aktivis yang gugur di pos penjagaan Muara Kate, tapi tak ada satu pun pelaku kekerasan yang diadili. Ini menunjukkan negara lebih melindungi tambang ilegal daripada nyawa warganya,” katanya.
3. Janji Gubernur Rudy Mas’ud dinilai hanya basa-basi

JATAM Kaltim juga menyoroti pernyataan Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud dan Wakil Gubernur Seno Aji yang sebelumnya menjanjikan penindakan terhadap tambang ilegal.
“Janji mereka cuma retorika. Janji poll, bukti noll. Tak ada langkah konkret untuk menghentikan kerusakan dan kekerasan terhadap masyarakat,” ujar Mareta.
Mareta juga menyorot Polres Paser yang hingga kini dinilai belum menunjukkan sikap tegas terhadap aktivitas ilegal di wilayah Batu Kajang dan Muara Kate. Warga menyayangkan minimnya dukungan dan pengamanan dari aparat, padahal mereka hanya berupaya melindungi ruang hidupnya sendiri.
JATAM Kaltim melihat ada dugaan pelanggaran hukum serius dalam kasus ini.
1. Aktivitas Penambangan Tanpa Izin – Pasal 158 UU Minerba
“Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.”
2. Pemanfaatan Batubara dari Sumber Ilegal – Pasal 161 UU Minerba
“Setiap orang yang menampung, mengolah, atau menjual batubara yang tidak berasal dari pemegang izin resmi dapat dipidana hingga 5 tahun penjara dan denda Rp100 miliar.”