Ilustrasi sampah plastik. (ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi)
Kampanye pengurangan penggunaan sampah plastik sudah menjadi isu global. Seperti dilakukan McDonald Indonesia menginisiasi sampah plastik dengan tak lagi menyediakan sedotan plastik di seluruh gerainya sejak 2018 silam.
Demikian pun sudah dilakukan KFC Indonesia sejak tahun 2017.
Sebenarnya, bila berkaca pada riset anyar lingkungan lembaga berbasis Jakarta, Sustainable Waste Indonesia, persentase daur ulang sampah gelas plastik, termasuk sedotannya, relatif tinggi.
Riset SWI di seputaran Jakarta pada Agustus 2021 misalnya, menunjukkan daur ulang kemasan gelas AMDK mencapai 81 persen, mengalahkan daur ulang kemasan botol AMDK berbahan Polyethylene Terephthalate (PET) yang mencapai 74 persen.
Daur ulang gelas AMDK, masih menurut SWI, hanya kalah oleh daur ulang galon PET yang mencapai 93 persen.
Ketua Umum Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia Christine Halim mengonfirmasi temuan itu. Menurutnya, nilai keekonomian daur ulang sampah cup terbilang baik.
"Sampah plastik PP yang sudah digiling sekarang ini harganya sekitar Rp14 ribu per kilogram, kalau gilingan botol PET hanya kisaran Rp10-11 ribu," katanya.
Christine mengatakan, permasalahan sampah gelas cup ada pada selubung plastik penutupnya, yang sulit dikelupas dari bibir gelas berbahan plastik PP. Adapun soal ukuran gelas yang relatif kecil, juga sedotannya yang terbuat dari plastik PP dan plastik pembungkus sedotan, semuanya bisa didaur ulang.
"Pemulung sudah tahu ada nilai ekonominya," katanya.
Perkara tercecernya banyak sampah plastik cup ke lingkungan bebas lebih karena buruknya manajemen sampah di Indonesia.
"Semuanya lebih kembali ke soal manajemen pengumpulan sampah di level nasional,” ujarnya.