Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
WhatsApp Image 2025-08-03 at 17.32.53.jpeg
Mirza Maulana, dalam diskusi buku Atlas Indonesia di IKN, Minggu (3/8/2024). (IDN Times/Erik Alfian)

Nusantara, IDN Times – Buku Atlas Indonesia karya Mirza Maulana mungkin terlihat seperti buku anak biasa, tapi di baliknya tersimpan proses panjang, ratusan ilustrasi manual, dan kegelisahan yang mendorong lahirnya karya ini.

Buku Atlas Indonesia karya Mirza Maulana adalah karya visual dan informasi yang memotret keberagaman alam, budaya, dan sejarah Indonesia melalui peta, foto, serta infografis. Tidak hanya menampilkan geografi fisik seperti gunung, sungai, dan laut, atlas ini juga menyajikan data sosial-budaya, warisan sejarah, serta kekayaan hayati Nusantara.

Jebolan Institut Seni Indonesia, Yogyakarta ini menyusun atlas sebagai upaya mendokumentasikan Indonesia secara komprehensif, sehingga pembaca—baik pelajar, peneliti, maupun masyarakat umum—dapat memahami Indonesia bukan hanya sebagai peta wilayah, tetapi sebagai rumah bagi beragam ekosistem, etnis, dan tradisi. Buku ini juga memadukan pendekatan ilmiah dengan visual yang menarik, sehingga informasinya mudah dipahami sekaligus memikat secara estetis.

1. Berawal dari kegelisahan

Peserta diskusi dengan buku Atlas Indonesia karya Mirza Maulana. (IDN Times/Erik Alfian)

Ide membuat Atlas Indonesia muncul saat Mirza menyadari banyak anak muda yang tidak tahu letak provinsi atau ikon budaya di daerahnya sendiri.

“Banyak yang nggak tahu, kalau pindah provinsi itu letaknya di pulau mana atau apa yang ada di sana,” ujar Mirza dalam diksusi buku Atlas Indonesia, di IKN, Minggu (3/8/2025).

Pengalaman kuliah yang mempertemukannya dengan mahasiswa asing mempertegas kegelisahannya. Ia melihat orang dari luar negeri rela datang jauh-jauh untuk mempelajari wayang atau gamelan, sementara banyak orang Indonesia sendiri justru tidak mengenalinya. "Bagaimana kita mau menyayangi budaya Indonesia, kalau kita sendiri justru tidak tahu," kata dia.

2. Proses kreatif: menggambar 400 ikon budaya secara manual

Mirza Maulana, dalam diskusi buku Atlas Indonesia di IKN, Minggu (3/8/2024). (IDN Times/Erik Alfian)

Mirza mengerjakan atlas ini antara 2016–2017 dengan tantangan terbesar pada pengumpulan data yang harus dilakukan paralel dengan proses ilustrasi. Saat itu belum ada kecerdasan buatan seperti ChatGPT, sehingga ia harus membaca banyak sumber.

Buku ini memuat 10–15 ikon budaya dari setiap provinsi di Indonesia. Semua gambar dibuat manual, mulai dari sketsa pensil, ditimpa drawing pen, lalu dipindai. Total ada lebih dari 400 gambar yang berarti 800 goresan tangan.

“Prosesnya cukup melelahkan dan sempat bikin "trauma", tapi begitu melihat hasilnya, semua terbayar,” kata Mirza.

3. Awalnya tugas kuliah

Mirza Maulana (kiri) juga menjadi art director pada pameran foto Louie Buana di IKN. (IDN Times/Erik Alfian)

Atlas Indonesia awalnya hanya tugas akhir kuliah dan tidak diniatkan untuk dijual. Namun, permintaan dari teman-teman membuat Mirza mencetak dalam jumlah kecil. Perlahan, permintaan meningkat hingga ia rutin mencetak ulang.

Setelah sempat vakum sejak 2021, ia baru kembali merilis versi terbaru pada 2025. “Banyak yang nunggu. Itu bikin saya terharu karena ternyata demand-nya memang ada,” ujarnya.

Ada kisah menarik di balik karyanya ini, saat akan mengajukan karya ini sebagai tugas akhir, Mirza mengaku sempat mendapat penolakan dari dosen pembimbing.

"Karena saya sudah niat ingin menggarap, akhirnya saya ganti saja dosen pembimbing," kata dia.

Editorial Team