Unit PPA Satreskrim Polresta Bandar Lampung menangkap seorang ibu rumah tangga usai tega menganiaya anak kandungnya. (IDN Times/Tama Yudha Wiguna)
Kasus kekerasan melibatkan anak-anak masih menjadi permasalahan serius di Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung. Beragam, mulai dari kejahatan eksploitasi hingga seksual acap kali ditemukan di kota berjuluk "Tapis Berseri" tersebut.
Pertengahan Februari lalu, satu kasus kekerasan anak sempat mendapat perhatian publik dialami MNR (10), bocah asal Kecamatan Telukbetung Selatan. Ia mendapat perlakuan tidak mengenakkan dari sang ibu kandung berupa pemukulan hingga luka sayatan silet, serta tindakan eksploitasi menjadi juru parkir di minimarket
Kasus menimpa MNR diketahui hanya segelintir kekerasan menimpa anak-anak di Bandar Lampung. Pasalnya, berdasarkan pendataan pelaporan masyarakat dihimpun Komnas Perlindungan Anak Kota Bandar Lampung diketahui cenderung terus meningkat 50 persen dalam kurun waktu tiga tahun terakhir atau 2020-2022.
Diketahui sepanjang 2020 total 26 pelaporan kasus anak, 2021 total 34 kasus, 2022 22 pelaporan kasus diterima per 18 Juli. Rinciannya, pencabulan terhadap anak 30 kasus, penelantaran anak 3 kasus, sengketa anak 15 kasus, kekerasan fisik anak 11 kasus, sektor pendidikan 21 pelaporan, dan anak bermasalah dengan hukum (ABH) dipicu pelaporan laka lantas, dan pencabulan 2 kasus.
Kasatreskrim Polresta Bandar Lampung Komisaris Polisi Dennis Arya Putra mengamini kasus kekerasan melibatkan anak sepanjang 2022 diterima kepolisian setempat cenderung meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Meski demikian, pihaknya akan terus memaksimalkan penindakan tiap temuan maupun pelaporan kasus menyangkut kejahatan terhadap anak secara maksimal hingga meja persidangan.
Seperti misalnya kasus dialami MNR, Unit PPA Satreskrim Polresta Bandar Lampung telah melimpahkan berkas perkara tahap II atau P21 kepada Kejari Bandar Lampung dan ibu korban inisal EW (46) telah menerima vonis dari PN Tanjungkarang.
Untuk diketahui, hakim menjatuhkan terpidana hukuman kurungan penjara selama 1 tahun dan 2 bulan, karena terbukti melakukan kekerasan terhadap MNR hingga mengakibatkan luka berat.
"Sudah tentu, tiap kasus mengancam anak kami kawal pada tindakan penegakan hukum yang tepat dan akurat, hingga diharapkan mengancam para pelaku dengan pasal maksimal sebagai efek jera pelaku-pelaku kejahatan anak lainnya," kata Dennis.
Berdasarkan pencatatan Unit PPA Satreskrim Polresta Bandar Lampung periode Januari-Juni 2022, Dennis mengungkapkan, kejahatan dan kekerasan menimpa anak di wilayah hukum setempat cukup beragam. Misalnya, kekerasan anak sebanyak 5 kasus, pencabutan 8 kasus, persetubuhan 4 kasus, hingga melarikan anak di bawah umur 1 kasus.
Pencatatan seluruh kasus-kasus tersebut diakui telah rampung dan diserahkan ke pihak kejaksaan, untuk disidangkan dengan capaian penanganan 85 persen. Selain itu, Dennis mengungkapkan umumnya kasus kekerasan anak dilakukan pelaku dari orang-orang terdekat korban, sehingga para orangtua diminta untuk lebih meningkatkan pengawasan terhadap anak.
"Kejadian dari hasil penyelidikan, banyak anak-anak ini menjadi korban akibat ulah satu lingkungan atau bahkan satu keluarga sendiri," ungkap Kasatreskrim.
Ketua Komnas PA Bandar Lampung Ahmad Apriliandi Passa mengatakan, tren kasus hukum melibatkan anak pada 2022 cenderung meningkat. Padahal, data diperoleh oleh Komnas PA Bandar Lampung baru per enam bulan pada Juli 2022.
"Lebih banyak dan trendnya semakin meningkat untuk pencabulan, kekerasan fisik, hingga sengketa anak," kata Andi, sapaan akrabnya.
Selain tiga kasus menjadi sorotan itu, kasus lain diketahui juga meningkat. Itu seperti penelantaran anak dan anak bermasalah hukum (ABH). Sementara dari data Komnas PA, pada 2020 total jumlah laporan diterima mencapai 26 laporan, di antaranya pencabulan sebanyak 9 kasus, penelantaran anak 2 kasus, sengketa anak 4 kasus, kekerasan fisik 2 kasus, dan pendidikan 9 laporan.
Kemudian di 2021, jumlah laporan yang masuk meningkat menjadi 34 laporan. Rinciannya, pencabulan sebanyak 15 kasus, penelantaran anak 1 kasus, sengketa anak 7 kasus, kekerasan fisik 3 kasus, dan pendidikan 8 laporan. Lalu di hingga 15 Juli 2022, jumlah laporan masuk ke Komnas PA Bandar Lampung mencapai 22 laporan, dengan catatan pencabulan sebanyak 6 kasus, sengketa anak 4 kasus, kekerasan fisik 6 kasus, ABH 2 kasus, dan pendidikan 4 laporan.
"Kasus-kasus melibatkan anak di Kota Bandar Lampung yang tidak terdata mungkin masih banyak. Namun jelas, ada kecenderungan mengalami peningkatan dibanding tahun-tahun sebelumnya," tambah Andi.
Terkait penanganan kasus melibatkan pelanggaran hak-hak anak, Kepala UPTD PPA Provinsi Lampung Amsir menambahkan, pemerintah daerah berperan mendorong kasus dengan proses hukum dan nonlitigasi atau mediasi. Namun bila kasus tergolong merupakan kejahatan luar biasa, maka sudah barang tentu pelaku ditangani dengan penegakkan hukum.
Selain itu, pihaknya juga bakal memberikan pendampingan konseling psikologis bagi korban anak hingga asesmen psikologis untuk kebutuhan proses hukum bagi aparat berwajib.
"Harus disadari, selain memberikan jerat hukum kepada pelaku, maka harus diketahui pemulihan psikologis bagi anak yang menjadi korban tak kalah penting. Ini agar korban tidak mengalami guncangan psikis ke depannya," ungkap dia.
Merujuk pencatatan UPTD PPA Provinsi Lampung, Amsir menjelaskan, kasus kekerasan anak cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Seperti terjadi di 2021 tercatat mencapai 134 kasus dan periode Januari-Juni 2022 terdapat 60 kasus. Catatan itu merupakan kasus rujukan ditangani UPTD setempat.
"Kalau kita bicara di tingkat daerah-daerah, artinya se-Provinsi Lampung hingga hari ini sudah mencapai 600 kasus di semester I 2022," terangnya.