Kuasa hukum pelapor Saud Purba saat memberikan keterangan pers. Foto istimewa
Kronologis kasus penipuan cek kosong ini bermula dari persoalan hutang piutang antara Hasanuddin dan Irma sebesar Rp2,7 miliar pada tahun 2016 silam. Saat itu, Hasanuddin meminjam uang sebagai modal bisnis solar laut dengan pembagian keuntungan 40 persen pihak pelapor dan 60 persen terlapor.
“Ada fee yg di janjikan, 40-60, 40 ke klien kita sebagai pemilik uang terus kemudian 60 di dia yang mengurusi segala bisnis solar itu," papar Jumintar.
Berjalannya hingga akhir 2016, Hasanuddin tidak kunjung membayar keuntungan sudah dijanjikan. Sehubungan itu, Irma pun lantas menagih uang pinjaman sebesar Rp2,7 miliar sudah diberikan pada Hasanuddin.
“Saat klien kami sudah tidak peduli dengan fee. Terlapor memberikan cek Bank Mandiri nominal Rp2,7 miliar. Tapi pada saat itu cek itu bisa dicairkan tanggal 20 Desember 2016, tapi tetap juga mereka minta ke klien saya agar cek itu jangan dicairkan dulu,” papar Jumintar.
“Dia katakan sanggup membayar, pas kasih cek tapi minta ke klien kami untuk tidak di cairkan dulu,” lanjutnya.
Memasuki tahun 2017, Irma akhirnya melakukan kliring pencairan cek di Bank Mandiri Samarinda. Namun selama tiga kali proses pencairan di hari berbeda, ungkapnya pihak bank menyebutkan cek diberikan Hasanuddin ini kosong.
“Saat tahu ceknya kosong, klien kami memang berniat segera melapor, tapi karena kasihan, ini kan sudah teman dekat sudah seperti keluarga. Sudah kenal dari tahun 2010, untuk menjaga silaturahmi itu tadi ya tidak di lapor. Ditahan dulu ni, ada etikat baik atau tidak? Sampai tahun 2020, itu tidak ada. Baru lah lapor di 9 April 2020,” ungkapnya.