Ilustrasi siswa madrasah diniyah. ANTARA FOTO/Irwansyah Putra
Ditambahkan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan keluarga Berencana (DP3AKB) Sri Wahjuningsih, sebenarnya dari 24 indikator KLA, sudah banyak juga yang bisa dipenuhi Kota Balikpapan.
Kendati beberapa hal masih perlu diperbaiki atau ditingkatkan. "Dari 24 indikator ini isinya, pertama, sejauh mana pemerintah kota Balikpapan memenuhi akta kelahiran bagi anak-anak," sebutnya.
Ini disebut dengan kluster hak sipil dan kebebasan. Sampai 2020 lalu, di Balikpapan masih ada 7,13 persen anak Balikpapan belum memiliki akta kelahiran. "Itu salah satu indikatornya," katanya.
Indikator lain, mengenai informasi layak anak. Yakni sejauh mana pemerintah dan seluruh stakeholder di kota Balikpapan bisa menyajikan informasi yang layak anak.
"Salah satunya iklan promosi rokok juga jadi satu hal yang ditanyakan. Kita belum bisa menjamin informasi layak anak bisa diakses seluruh anak," terangnya.
Itu artinya informasi yang terpapar pada anak-anak masih ada yang belum terjamin layak anak. "Internet juga, misalnya. Makanya ini tidak hanya menjadi peran pemerintah. Karena tidak ada yang bisa membatasi anak mengakses hal-hal yang tidak kita inginkan," jelasnya.
Selain pornografi masih ada juga aplikasi yang terlarang disentuh anak-anak Namun ternyata bisa mereka akses. "Inilah yang harus dijamin bahwa informasi yang diterima anak adalah informasi layak anak. Di data kami ini belum mencukupi," jelasnya.
Yang juga masuk indikator KLA adalah partisipasi anak. Ditandai sejauh mana para pengurus forum anak dilibatkan dalam proses perencanaan.
"Mulai dari tingkat kelurahan, kecamatan, hingga kota. Hadir dalam proses musrembang tiap tingkatan. Juga sejauh mana usulan yang mereka sampaikan diakomodir dalam perencanaan pembangunan," urai Yuyun, sapaan Sri Wahyuningsih. Diakuinya masih ada kelemahan terkait hal ini.