Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Kepala BPPDRD Kota Balikpapan, Idham Mustari.
Kepala BPPDRD Kota Balikpapan, Idham Mustari. (IDN Times/Erik Alfian)

Balikpapan, IDN Times – Pemerintah Kota (Pemkot) Balikpapan menargetkan pendapatan asli daerah (PAD) menembus Rp1,3 triliun pada tahun ini. Hingga Agustus 2025, capaian PAD sudah tembus 70 persen, sebagian besar berasal dari pajak daerah.

Kepala Badan Pengelola Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (BPPDRD) Balikpapan, Idham Mustari, mengatakan tingkat kepatuhan warga membayar pajak masih cukup tinggi. Kondisi ini menjadi alasan optimisme pemkot untuk menutup target dalam empat bulan tersisa.

“Penerimaan pajak berjalan baik karena masyarakat peduli menunaikan kewajibannya. Ini yang menopang pembangunan kota,” ucapnya.

1. Layanan pajak digital untuk permudah warga

Ilustrasi pajak (freepik.com)

Pemkot kini mengandalkan teknologi dalam memperluas basis pajak. Data objek pajak dipadukan dengan informasi kependudukan, perizinan, dan sektor lainnya agar lebih akurat.

Selain itu, sistem pembayaran pajak dan retribusi sudah bisa dilakukan secara online. Warga dapat melaporkan pajak secara real-time, dan pemkot menjanjikan pencatatan yang transparan.

“Digitalisasi bisa menekan potensi kebocoran sekaligus meningkatkan kepatuhan,” kata Idham.

2. Aset daerah disulap jadi sumber PAD baru

Wakil Wali Kota Balikpapan, Bagus Susetyo. (IDN Times/Erik Alfian)

Di tengah berkurangnya transfer dana dari pusat, Pemkot Balikpapan berupaya mencari sumber PAD alternatif. Salah satu strategi yang ditempuh adalah memaksimalkan aset pemerintah.

Wakil Wali Kota Balikpapan, Bagus Susetyo, menyebut percepatan sertifikasi aset penting dilakukan agar bisa ditawarkan ke investor melalui skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU).

“Contohnya Hotel Novotel yang berdiri di atas tanah pemkot. Lahan di Kariangau juga bisa diarahkan jadi kawasan industri atau pergudangan,” jelas Bagus.

Dari total 135 hektare aset pemkot di Kariangau, saat ini tersisa sekitar 60 hektare setelah sebagian terpotong pembangunan jalan tol. “Masih ada aset di tengah kota yang belum diolah maksimal. Potensinya besar untuk PAD,” tambahnya.

3. Sertifikasi tanah terkendala sistem elektronik

ilustrasi pajak (IDN Times/Aditya Pratama)

Langkah pemkot berikutnya adalah mempercepat sertifikasi tanah bekerja sama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Sertifikat ini dibutuhkan, baik untuk kerja sama investasi maupun pengembangan fasilitas publik seperti embung dan infrastruktur banjir.

Namun, proses administrasi kini tidak semudah dulu. BPN sudah beralih dari sistem analog ke sertifikat elektronik, sehingga banyak masyarakat merasa lebih rumit.

“Sekarang sertifikat terbit dalam bentuk file. Transformasi digital ini tidak sederhana, jadi kami harus gencar sosialisasi,” ujar Bagus.

Editorial Team