Warga pemilik lahan yang sertifikatnya belum balik nama menandatangani pernyataan pengakuan lahannya (IDN Times/istimewa)
Terpisah Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten PPU Suhardi mengakui program Jempol Pesat tersebut dinilai cukup tepat untuk membantu masyarakat eks peserta transmigrasi untuk memiliki legalitas atas tanah yang dibelinya dari warga eks peserta transmigrasi lainnya.
Suhardi menuturkan, setelah dilakukan pendataan kemudian notaris memfasilitasi masyarakat untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri. Sebelum persidangan dibutuhkan pengukuran dari BPN serta pengacara guna proses persidangannya.
"Terjadinya jual beli lahan eks transmigrasi tersebut ada beberapa faktor penyebabnya, seperti ada yang pindah domisili, meninggal dunia, dijual karena faktor ekonomi dan lain - lain. Namun sertifikat itu baru bisa dibalik nama setelah dimiliki selama 10 tahun sejak diterbitkan sekitar tahun 1982 silam," tukasnya.
Untuk diketahui, terang Suhardi, transmigrasi wilayah PPU dilaksanakan pada tahun 1972 silam setelah 10 tahun kemudian diberikan sertifikat atas tanahnya.
Hingga saat ini masih dilakukan pembinaan terhadap eks peserta transmigrasi di PPU berupa program dari Kementerian Transmigrasi, seperti peningkatan jalan wilayah dan infrastruktur lainnya.
"Berdasarkan data yang ada dari 54 desa dan kelurahan di empat kecamatan di PPU, hampir 50 persen atau 27 desa dulunya merupakan lokasi transmigrasi. Dan kini mereka telah berhasil dalam perkebunan dan pertanian," pungkasnya.