Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Badan Kehormatan (BK) DPRD Kalimantan Timur berencana memanggil salah satu anggotanya, berinisial AG, terkait unggahan di media sosial
Badan Kehormatan (BK) DPRD Kalimantan Timur berencana memanggil salah satu anggotanya, berinisial AG, terkait unggahan di media sosial. Foto istimewa

Samarinda, IDN Times - Badan Kehormatan (BK) DPRD Kalimantan Timur berencana memanggil salah satu anggotanya, berinisial AG, terkait unggahan di media sosial yang dinilai melanggar etika pejabat publik.

Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, mengatakan langkah ini diambil setelah muncul komentar AG yang dianggap memicu kegaduhan dan menimbulkan persepsi negatif di tengah masyarakat.

“Kalau pernyataannya sudah bersifat terbuka dan berpotensi menimbulkan keresahan, tentu itu tidak pantas dilakukan oleh seorang pejabat publik. Kita ini wakil rakyat, bukan komentator bebas di media sosial,” ujar Subandi, Sabtu (11/10/2025).

1. Tanggung jawab dalam berbicara ke publik

Ilustrasi SARA (IDN Times/Mardya Shakti)

Subandi menegaskan, setiap anggota dewan memiliki tanggung jawab moral dan etika dalam menyampaikan pendapat, termasuk di ruang digital. Ia mengingatkan bahwa media sosial memang bisa menjadi sarana aspirasi, tetapi tanpa kendali etika justru berpotensi merusak citra lembaga.

“BK akan menelusuri lebih jauh. Kami akan panggil yang bersangkutan untuk klarifikasi, setidaknya secara lisan dulu. Ini agar ada penjelasan langsung terkait maksud pernyataan itu,” jelasnya.

Ia juga menyoroti pentingnya menjaga marwah DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat. Menurutnya, kritik atau pandangan politik sebaiknya disampaikan melalui mekanisme resmi lembaga, bukan lewat media sosial yang rawan disalahartikan publik.

“Kalau ingin menyampaikan sesuatu yang serius, gunakan forum resmi. Jangan sampai seolah sedang memprovokasi publik dengan bahasa yang keras di ruang terbuka,” tambah Subandi.

2. Seruan bernada provokasi

ilustrasi provokasi (pexels.com/August de Richelieu)

Unggahan AG yang menjadi sorotan publik itu berisi seruan agar aparat menindak pihak-pihak yang dianggap menyebar fitnah dan memecah belah warga Kaltim. Namun, gaya penyampaian yang dinilai konfrontatif membuat publik menilai pernyataan itu tidak pantas diucapkan oleh seorang legislator.

“Apapun konteksnya, kata-kata yang berpotensi menimbulkan keresahan tetap tidak bisa dibenarkan. Pejabat publik harus menjadi contoh dalam beretika, bukan menambah persoalan di ruang digital,” tegasnya.

3. Proses sesuai prosedur

ilustrasi hukum (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Subandi memastikan BK DPRD Kaltim akan memproses kasus ini sesuai prosedur.

“Kami tidak ingin isu ini menjadi bola liar. BK akan bertindak sesuai mekanisme agar citra lembaga tetap terjaga,” pungkasnya.

Editorial Team