Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
WhatsApp Image 2025-08-02 at 20.50.57.jpeg
Diaspora Indonesia antusias mengikuti workshop ecoprint bersama Sabda Batik, di IKN, Sabtu (2/8/2025). (IDN Times/Erik Alfian)

Nusantara, IDN Times – Suasana ruang workshop di area Kongres Diaspora Indonesia ke-8 di Ibu Kota Nusantara (IKN), Sabtu (2/8/2025), dipenuhi suara ketukan ringan. Puluhan peserta diaspora Indonesia tengah memukul-mukul daun di atas kain putih. Di depan mereka, Dwi Sabda Irawati—pendiri Sabda Batik asal Jombang, Jawa Timur—memberikan arahan dengan penuh semangat.

Bukan sekadar membatik, perempuan yang akrab disapa Sabda ini mengajarkan teknik ecoprint, yaitu pewarnaan kain menggunakan bahan alami seperti daun, bunga, dan kayu. Semua itu dilakukan tanpa campuran bahan kimia berbahaya.

“Karena saya berlatar belakang teknik kimia, saya tahu bahayanya penggunaan bahan kimia. Saya ingin mengembangkan produk fashion yang ramah lingkungan,” ujar Sabda membuka sesi.

1. Awal dari garasi, kini menembus pasar dunia

Dwi Sabda Irawati—pendiri Sabda Batik asal Jombang, Jawa Timur—memberikan arahan pada workshop ecoprint di IKN. (IDN Times/Erik Alfian)

Perjalanan Sabda Batik dimulai pada 2018. Sabda memulai usahanya dari garasi rumah, penuh trial and error, tanpa pernah ikut workshop. Semua pengetahuan ia dapatkan dari riset pribadi.

Awalnya, ecoprint hanya ia aplikasikan pada kain untuk fashion. Kini, Sabda Batik mengembangkannya ke berbagai media, termasuk home decor, kertas, kulit, keramik, hingga kayu.

“Sekarang kami punya butik dan workshop sendiri di Jombang. Proses produksinya melibatkan perempuan sekitar, tujuannya untuk pemberdayaan perempuan dan ekonomi warga,” kata Sabda.

2. Tembus pasar ekspor

Chairman Board of Advisor IDN Global, Kartini Sarsilaningsih menjadi salah satu peserta workshop ecoprint. (IDN Times/Erik Alfian)

Upaya itu membuahkan hasil. Produk Sabda Batik telah menembus pasar ekspor, dan Sabda rutin memberikan pelatihan di mancanegara. Salah satu pencapaiannya adalah meraih sertifikat internasional khusus pewarna mangrove, hasil riset yang ia presentasikan dalam konferensi negara kepulauan dan kelautan dunia saat Indonesia menjadi tuan rumah.

Saat ini, produk Sabda Batik sudah menembus pasar Malaysia, Amerika Serikat, Singapura, Australia, Hongkong, dan Jerman. "Dalam perjalanannya naik turun, tapi untuk saat ini progressnya bagus," ungkap dia.

3. Mengajarkan teknik pounding ke diaspora

Diaspora Indonesia antusias mengikuti workshop ecoprint bersama Sabda Batik, di IKN, Sabtu (2/8/2025). (IDN Times/Erik Alfian)

Dalam workshop di IKN, Sabda mengajarkan metode pounding—teknik memindahkan motif daun ke kain dengan cara memukulnya. Sebelum masuk ke tahap itu, ia menekankan pentingnya proses mordan untuk membuka pori-pori kain agar penyerapan warna alami sempurna.

Tahap pertama adalah mencuci kain untuk menghilangkan sisa pemutih yang biasa digunakan pabrik. “Gunakan deterjen tanpa pemutih. Saya sudah riset, itu aman dan tidak mengganggu penyerapan tanin dari daun,” jelasnya.

Selanjutnya, kain direndam dalam larutan mordan yang terbuat dari tawas, ferosufat atau tunjung (bisa diganti rendaman besi berkarat), baking soda, cuka, dan air. “Kalau nemu paku atau besi berkarat, jangan dibuang. Rendam saja, itu bisa jadi sumber ferosufat untuk ecoprint,” kata Sabda yang disambut tawa peserta.

Setelah 10–30 menit perendaman, kain yang sudah kering siap digunakan. Peserta kemudian menata daun dan bunga di atas kain, menutupnya dengan plastik ganda, lalu memukulnya hingga motif alami berpindah ke serat kain. Setelah semua daun dipukul, angkat daun/bunga dari kain dengan hati-hati. Bersihkan sisa serat atau getah tanaman yang menempel di kain.

"Langkah selanjutnya adalah melakukan fiksasi warna dengan tawas agar warna lebih awet. Nanti bisa dibawa pulang dan dilanjutkan di negara masing-masing," kata dia.

Editorial Team