Ilustrasi galon guna ulang. Foto dok
Ratu Ngadu mengatakan, hasil uji post-market BPOM pada Januari 2022 atas level migrasi BPA pada galon guna ulang yang beredar luas di masyarakat menunjukkan kecenderungan yang mengkhawatirkan.
Ini jadi peringatan pertama BPOM setelah lima tahun berturut-turut sebelumnya lembaga menyatakan migrasi BPA pada galon guna ulang masih di level yang aman.
Menurut Ratu Ngadu, regulasi pelabelan BPA penting untuk memastikan mutu dan keamanan galon yang beredar luas di masyarakat. Regulasi serupa, katanya, bisa meningkatkan kesadaran pelaku usaha atas pentingnya informasi yang akurat dan lengkap dari produk pangan serta untuk memproduksi pangan yang berkualitas, aman dikonsumsi dan mengikuti standar yang berlaku.
Lebih jauh, dia meminta BPOM mewaspadai manuver sejumlah pihak yang mungkin berupaya menjegal lahirnya peraturan pelabelan risiko BPA. Pihak-pihak tersebut disebut sebagai kelompok yang lebih mementingkan keuntungan semata tanpa memikirkan dampak kesehatan masyarakat.
Dalam banyak kesempatan, asosiasi air minum dalam kemasan menyatakan, bila pelabelan sampai disahkan, publik bakal beralih ke galon dengan kemasan plastik lunak yang bebas BPA.
Soal itu, Ratu Ngadu menepis argumen itu. Menurutnya, pelabelan risiko BPA tidak akan berpengaruh pada pasar. Dia mencontohkan penjualan rokok yang tetap tinggi meski pemerintah mewajibkan pemasangan label bahaya merokok di setiap kemasan yang beredar di pasar.
"Yang terpenting adalah negara harus hadir untuk memberikan edukasi dan mengingatkan pada masyarakat terkait bahaya BPA," katanya.
Seperti diketahui, draf peraturan BPOM tentang pelabelan risiko BPA antara lain mengharuskan produsen galon yang menggunakan kemasan plastik keras polikarbonat memasang label "Berpotensi Mengandung BPA" terhitung tiga tahun sejak peraturan disahkan.
Adapun produsen yang menggunakan galon dengan kemasan selain polikarbonat, diperbolehkan memasang label "Bebas BPA".