Koalisi Peduli Nelayan Kerang Darah Muara Badak melaporkan dugaan pencemaran yang dilakukan oleh PT PHSS ke Polda Kaltim. (IDN Times/Erik Alfian)
Koalisi Peduli Nelayan Kerang Darah Muara Badak yang terdiri dari perwakilan nelayan budidaya kerang darah, resmi melaporkan dugaan pencemaran lingkungan yang diduga dilakukan oleh PT Pertamina Hulu Sanga Sanga (PHSS). Laporan dilayangkan ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalimantan Timur, Kamis (5/6/2025).
Muhammad Yusuf, perwakilan nelayan yang juga tergabung dalam koalisi tersebut, menyatakan bahwa pencemaran ini telah menyebabkan kematian massal kerang darah yang dibudidayakan oleh para nelayan pada akhir 2024 lalu. Yusuf berharap Polda Kaltim dapat menangani kasus ini secara objektif dan berpihak kepada masyarakat.
"Kami berharap Polda Kaltim dapat objektif dalam menangani persoalan ini dan bisa berpihak kepada masyarakat serta menegakkan hukum seadil-adilnya, karena korban saat ini menunggu kepastian dan kejelasan," ujar Yusuf, Kamis (5/6/2025).
Menurut Yusuf, terdapat sekitar 299 kepala keluarga nelayan yang terdampak, tersebar di enam desa di Kecamatan Muara Badak. Wilayah terdampak membentang dari pesisir Tanjung Limau hingga pesisir Saliki. Yusuf memperkirakan luas total lahan budidaya kerang darah yang terdampak bisa mencapai 1.000 hektare.
Ia juga menjelaskan bahwa kerugian yang dialami para nelayan akibat gagal panen diperkirakan mencapai sekitar Rp68,4 miliar. Perhitungan tersebut didasarkan pada estimasi panen sebesar 3.800 ton kerang darah dengan harga jual Rp18.000 per kilogram yang seharusnya dilakukan pada Desember 2024 lalu.
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menyatakan bahwa investigasi terhadap dugaan pencemaran lingkungan oleh PT Pertamina Hulu Sanga-Sanga (PHSS) telah rampung. Hasilnya, perusahaan migas milik negara tersebut dinyatakan melakukan pelanggaran.
“Ya, sudah ada hasil dari tim PPKL (Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan),” ujar Hanif, Kamis (5/6/2025).
Ia menambahkan bahwa meskipun laporan akhir dari tim penegakan hukum (Gakkum) belum sepenuhnya selesai, informasi yang ia terima sudah cukup untuk memastikan bahwa PHSS menjadi salah satu sumber pencemaran di wilayah pesisir Muara Badak, Kalimantan Timur.
“Sanksi akan segera diberikan oleh Gakkum,” tegas Hanif, yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan.