Pengamat Ekonomi Universitas Mulawarman, Purwadi Purwoharsojo. (Dok.Purwadi Purwoharsojo)
Sebelumnya, kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kota Balikpapan juga menuai kritik keras ekonom Universitas Mulawarman, Purwadi Purwoharsojo. Dia menilai kebijakan tersebut terlalu membebani masyarakat, apalagi di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.
Kasus seperti yang dialami warga bernama Arif Wardhana, yang tagihan PBB-nya melonjak hingga 3.000 persen, disebut Purwadi sebagai bukti kebijakan ini memberatkan rakyat.
Purwadi menilai kenaikan PBB berisiko menekan daya beli masyarakat dan memicu inflasi. Ia menegaskan, pemerintah perlu mempertimbangkan kondisi ekonomi sebelum menaikkan pajak.
“Kalau daya beli lemah lalu dipaksa bayar pajak lebih tinggi, uang masyarakat bisa tidak cukup memenuhi kebutuhan pokok,” jelasnya. Ia juga mendesak pemerintah transparan menjelaskan dasar perhitungan PBB dan perbedaan besaran kenaikan di tiap wilayah.
Selain pajak, Purwadi menyoroti potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) lain yang belum digarap serius. Menurutnya, pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah (Perusda) dan aset strategis milik Pemkot Balikpapan masih jauh dari optimal. Ia menekankan, Perusda harus dikelola lebih profesional agar bisa memberi kontribusi nyata bagi kas daerah.
Purwadi juga menyinggung peran DPRD Balikpapan. Ia menilai dewan seharusnya lebih cepat menangkap keresahan warga, bukan hanya menunggu saat reses.
“DPRD ini wakil rakyat, harus bersuara. Jangan sampai keputusan hanya diambil kepala daerah bersama OPD tanpa melibatkan dewan,” tegasnya.