Label bebas BPA (BPA Free) pada kemasan pangan. (IDN Times/Istimewa)
Selain itu, Hasan pun menduing sejumlah oknum akademisi yang seperti ingin menyudahi wacana pelabelan risiko BPA. Mereka mempergunakan dalih untuk meredam kegaduhan masyarakat.
“Akademisi menggelar riset membantu BPOM, itu lebih bijak,” katanya.
Hasan menyebutkan, masih minim riset terkait level peluruhan BPA pada galon guna ulang yang usianya sudah di atas lima tahun namun masih beredar di pasar. Juga soal sistem distribusi produk AMDK yang metode pengangkutan masih mempergunakan truk terbuka hingga pemanfaatan berulang kali pada galon.
Pada masanya, plastik polikarbonat yang mempergunakan bahan kimia BPA jadi andalan dunia industri. Namun seiring perkembangan riset dan sains mutakhir, otoritas keamanan pangan di berbagai negara mengkhawatirkan residu BPA pada kemasan polikarbonat.
Di Prancis dan Kanada, pemerintah di kedua negara melarang peredaran semua kemasan pangan yang mengandung BPA. Awalnya, pelarangan tersebut masih terbatas pada seluruh produk kemasan botol bayi.
Di Indonesia, BPOM mengharuskan produsen pangan yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat menaati ambang batas migrasi BPA yang ditetapkan sebesar 0,6 mg/kg. BPOM mengecek kepatuhan industri atas aturan yang sifatnya self-regulatory tersebut dengan menggelar audit secara rutin.
Hasil pemantauan BPOM per Februari 2022 menyebut level migrasi BPA pada galon guna ulang yang beredar luas di masyarakat menunjukkan kecenderungan yang mengkhawatirkan.
Proses migrasi yang terjadi selama produksi maupun distribusi.
Ini peringatan pertama dari BPOM setelah dalam rentang enam tahun sebelumnya lembaga menyatakan level migrasi BPA pada galon guna ulang masih di bawah ambang batas berbahaya.