Warga Telemow harus berhadapan dengan hukum karena sengketa dengan PT ITCI-KU. (Dok.Warga Telemow)
Direktur LBH Samarinda, Fathul Huda, mengungkapkan adanya dugaan kriminalisasi terhadap warga Telemow dalam kasus konflik lahan dengan PT ITCI-KU. Pasalnya, Polda Kaltim telah memproses laporan tersebut sejak Juli 2023. Sebelumnya, pada tahun 2020, PT ITCI-KU juga pernah melaporkan warga ke Polres PPU, namun laporan itu tidak berlanjut ke tahap hukum.
Menurut keterangan ahli, tindakan warga saat itu belum memenuhi unsur pidana karena mereka memiliki bukti kepemilikan berupa Surat Keterangan Tanah (SKT). Permasalahan ini berawal sejak 2017, ketika warga Telemow merasa bingung setelah PT ITCI-KU mengklaim tanah seluas 83,55 hektare sebagai Hak Guna Bangunan (HGB) mereka.
Alih-alih menyelesaikan persoalan secara humanis, PT ITCI-KU justru diduga lebih memilih tindakan intimidasi dan kriminalisasi terhadap warga.
Lebih lanjut, dia menyebut bahwa konflik lahan di Telemow berakar pada mal-administrasi dan minimnya keterlibatan warga dalam proses penerbitan HGB, mulai dari sosialisasi hingga penerbitan dokumen tersebut.
Perlu diketahui, HGB PT ITCI-KU awalnya diterbitkan pada 1993 dan berakhir pada 2014. Pada saat perpanjangan di tahun 2017, warga merasa tidak pernah dilibatkan sama sekali. Ironisnya, HGB tersebut juga mencakup permukiman warga serta fasilitas publik yang dibangun dengan dana APBD, seperti kantor desa dan puskesmas.
"Kami menduga kuat HGB PT ITCI-KU diterbitkan secara tidak transparan dan di ‘ruang gelap’ yang tidak diketahui asal-usulnya oleh warga," ujar Fathul Huda.
Koalisi Tanah untuk Rakyat mendesak aparat penegak hukum untuk segera membebaskan empat warga yang telah ditahan dan menghentikan proses hukum terhadap mereka.