Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Seminar nasional Evaluasi Penyelenggaraan Pilkada 2020 menuju Pemilu Serentak 2024 Kota Balikpapan. (Tangkapan Layar Youtube KPU Balikpapan)

Balikpapan, IDN Times - Usai sudah tahapan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 Kota Balikpapan. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Balikpapan Kalimantan Timur (Kaltim) langsung mengevaluasi pelaksanaannya jelang pemilu pilkada serempak pada 2024 mendatang. 

Ketua KPU Balikpapan Noor Toha mengatakan, pihaknya perlu mengkaji pelaksanaan pemilu serentak 2024. Pemilu ini cukup spektakuler di mana pelaksanaannya terbagi dalam tujuh tingkat dalam waktu bersamaan. 

Balikpapan sempat melaksanakan pemilu serentak pada tahun 2019 dengan lima tingkatan. Para petugas mesti bekerja ekstra. Tak sedikit petugas yang kehilangan waktu istirahat, hingga sakit bahkan ada yang meninggal dunia. 

Itulah mengapa kemarin KPU menggelar seminar nasional dengan tema "Evaluasi Pilkada 2020 Menuju Pemilu Serentak 2024". Kegiatan ini menghadirkan narasumber dari Komisioner KPU RI, Pramono Ubaid Tanthowi dan Ketua KPU Provinsi Kaltim Rudiansyah.

1. Evaluasi pilkada 2020, Balikpapan hadapi tiga masalah berat

Ketua KPU Balikpapan, Noor Thoha. (Tangkapan Layar Youtube KPU Balikpapan)

Dalam penyampaiannya, Noor Thoha mengungkapkan, Singapura sebagai negara kecil butuh waktu enam hari melaksanakan pemilu macam ini. Pada dasarnya KPU memiliki tanggung jawab untuk bekerja profesional. Bekerja dengan integritas. Termasuk mempertanggungjawabkan semua tahapan yang dilaksanakan. 

"KPU Balikpapan merasa perlu mempertanggungjawabkan secara paripurna dari pemaparan data maupun kronologi," jelasnya.

KPU Kota Balikpapan, menurutnya menyimpan tiga masalah yang cukup berat. Dan ini tak bisa dijabarkan kecuali melalui riset. Pertama, soal daftar pemilih tambahan (DPT) yang tiap pemilu selalu tinggi. 

"Maka setiap pleno dengan partai politik kerap menimbulkan masalah. Kalau pemilu legislatif kerap ada kecurigaan. Hingga mobilisasi masa," sebutnya. 

Dalam hal ini KPU berupaya bekerja profesional. Namun tetap, tidak bisa menghindari berbagai asumsi yang bermunculan.

"Karena memang kami tidak bisa menjelaskan secara ilmiah," ungkapnya. 

Masalah kedua terkait partisipasi masyarakat. Ini diakuinya pun sulit dijelaskan. Karena saat pemilu presiden dan legislatif partisipasi bisa mencapai 80 persen, saat pilkada tidak bisa melampaui angka 60 persen. 

"Bahkan 2011 sebesar 56 persen, 2015 sebesar 59,34 persen, dan 2020 ini sebesar 59,9 persen. Ini juga beban berat KPU Balikpapan. Dari kami juga bisa menjawab bahwa kami lembaga teknis, dan ini jadi tanggung jawab semua pihak. Ini selalu yang saya sampaikan," katanya. 

Ketiga, yakni masalah pilkada 2020, di mana terjadi calon tunggal. KPU Kota Balikpapan dalam hal ini merasakan kesulitan. Karena pihaknya perlu menyampaikan secara regulasi, undang-undang mengakomodasi ini dan sulit untuk diterima. 

"Ada dugaan bahkan yang mengatakan calon tunggal ini terjadi karena kapitalisme. Atau diduga minim tokoh di Balikpapan. Kami dihukum dengan asumsi. Ini adalah kecelakaan sejarah kalau dibiarkan dan tidak diluruskan. Maka dari Universitas Mulawarman akan membantu kami menjelaskan tentang hal ini," urainya. 

2. Persoalan DPT b karena pindah domisili dan sinkronisasi data

Editorial Team

Tonton lebih seru di