Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
WhatsApp Image 2025-07-07 at 10.20.03.jpeg
Asmirilda, Kepala Bidang Perkebunan Berkelanjutan Disbun Kaltim. (IDN Times/Erik Alfian)

Samarinda, IDN Times – Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur (Disbun Kaltim) terus memperkuat upaya pengendalian kebakaran lahan dan kebun (Karlabun) melalui pembentukan dan pelatihan Brigade Pengendalian Kebakaran Lahan dan Kebun serta Kelompok Tani Peduli Api di berbagai daerah. Hingga Juni 2025, telah terbentuk sebanyak 180 Kelompok Tani Peduli Api di Kaltim, dengan 48 kelompok di antaranya telah menjalin kemitraan dengan perusahaan terdekat.

“Pembentukan brigade ini sesuai amanah Permen Pertanian Nomor 06 Tahun 2025 yang menggantikan Permen 05 Tahun 2018, yang mewajibkan pembentukan brigade pengendalian kebakaran baik di tingkat pusat, provinsi, hingga kota/kabupaten,” jelas Asmirilda, Kepala Bidang Perkebunan Berkelanjutan Disbun Kaltim.

Di tingkat provinsi, Disbun telah membentuk satu Brigade Pengendalian Kebakaran Lahan dan Kebun beranggotakan 15 orang, yang secara rutin dilatih dan dilengkapi dengan sarana pemadam kebakaran. Pemeriksaan peralatan dilakukan setiap enam bulan. “Kami juga dorong pembentukan brigade di tingkat kabupaten/kota. Terakhir terbentuk di Kota Bontang tahun 2024. Kini sudah ada 10 kota/kabupaten yang memiliki brigade masing-masing,” ujarnya.

1. Edukasi dan dukungan sarana

Kebakaran lahan di wilayah Kelurahan Petung, Penajam Paser Utara (IDN Times/Ervan)

Disbun Kaltim juga menjalankan model pengendalian kebakaran berbasis komunitas bertajuk Iman Karlabun atau Inisiatif Model Pengendalian Kebakaran Lahan Perkebunan. Program ini didukung oleh Perda Nomor 7 Tahun 2018, yang mendorong pembentukan Kelompok Tani Peduli Api melalui SK dari masing-masing kabupaten/kota.

“Kami lakukan pelatihan, sosialisasi, dan bimbingan teknis kepada kelompok tani ini, termasuk berkolaborasi dengan Manggala Agni. Di tahun 2024, kami juga menggelar jambore pengendalian kebakaran yang diikuti lebih dari 200 peserta dari kelompok tani, perusahaan, dan masyarakat,” katanya.

2. 48 kelompok tani jadi mitra erusahaan

Kebakaran lahan di wilayah Kelurahan Petung, Penajam Paser Utara (IDN Times/Ervan)

Dari 180 Kelompok Tani Peduli Api yang terbentuk, sebanyak 48 kelompok telah bermitra dengan perusahaan. Menurut Asmirilda, kemitraan ini penting karena wilayah-wilayah rawan kebakaran biasanya berdekatan dengan areal perusahaan.

“Kalau lahan masyarakat terbakar, bisa berdampak ke perusahaan, begitu pula sebaliknya. Makanya kita galakkan kolaborasi. Banyak juga perusahaan yang sudah berkontribusi, seperti memberikan bantuan alat atau reward bagi desa yang berhasil bebas asap,” ucapnya.

Contohnya, PBS Muara Toyu di Paser dan Kedap Sayaaq Dua di Kutai Barat memberikan penghargaan Rp50 juta per desa untuk desa yang bebas asap. Namun, ada juga desa yang gagal mendapatkan penghargaan karena terpantau membakar lahan meski hanya sisa potongan kayu.

3. Aktivitas manusia jadi sebab utama kebakaran

Kebakaran lahan di wilayah Kelurahan Petung, Penajam Paser Utara (IDN Times/Ervan)

Disbun mencatat, dalam tiga tahun terakhir, hampir tidak ada kebakaran di lahan perkebunan perusahaan. Kebakaran justru terjadi di lahan masyarakat, salah satunya di Penajam Paser Utara pada tahun 2024.

“Hampir 90 persen penyebab kebakaran karena ulah manusia. Umumnya pembukaan lahan dengan cara membakar. Bahkan, membuang rokok sembarangan di musim kemarau bisa memicu kebakaran besar,” jelas Asmirilda.

Disbun juga menyoroti praktik masyarakat yang membakar lahan secara tradisional. Menurutnya, tradisi ini masih bisa diterima jika dilakukan dengan pengawasan dan pelaporan ke desa, serta tidak ditinggal begitu saja.

“Kita tidak melarang adat, tapi edukasi penting agar pembakaran tidak merembet dan menimbulkan bencana. Kami sarankan masyarakat bekerja sama dengan perusahaan, apalagi jika peralatan terbatas,” ujarnya.

Asmirilda menegaskan bahwa pengendalian kebakaran bukan hanya tanggung jawab pemerintah. Dibutuhkan keterlibatan perusahaan dan masyarakat agar pengawasan dan pencegahan dapat berjalan efektif.

“Menjaga lingkungan itu tidak bisa hanya oleh pemerintah. Harus kolaborasi antara masyarakat, perusahaan, dan kami dari dinas. Dengan begitu, risiko kebakaran bisa ditekan,” pungkasnya.

Editorial Team