Kapolres Bontang Diganti di Tengah Sorotan Kriminalisasi Nelayan

Balikpapan, IDN Times – Jabatan Kapolres Bontang resmi berpindah tangan. AKBP Alex Frestian Lumban Tobing yang sebelumnya menjabat sejak Desember 2023, digantikan oleh AKBP Widho Anriano, perwira dari Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri. Tobing sendiri dimutasi ke Inspektorat Polda Metro Jaya.
Pergantian ini tak lepas dari sorotan publik. Pasalnya, mutasi dilakukan di tengah hangatnya kasus dugaan pencemaran lingkungan oleh PT Pertamina Hulu Sanga-Sanga (PHSS) dan laporan kriminalisasi terhadap nelayan Muara Badak yang memprotes pencemaran tersebut.
1. Empat nelayan dipolisikan
Empat nelayan, yaitu Muhammad Yusuf, Muhammad Yamin, Muhammad Said, dan Haji Tarre – dipolisikan usai aksi protes di lokasi pengeboran PHSS awal tahun ini. Aksi yang semula damai berubah mencekam karena dibarengi dugaan intimidasi dan kekerasan. Mereka kini dituduh menghasut dan masuk ke pekarangan tanpa izin.
Di bawah kepemimpinan Alex Frestian, kasus ini naik ke tahap penyidikan. Padahal, para nelayan menilai aksi tersebut merupakan bentuk perjuangan untuk mempertahankan mata pencaharian yang rusak akibat pencemaran limbah migas. Kerang darah mereka mati massal di enam desa pesisir Muara Badak sejak akhir 2024, dengan kerugian ditaksir mencapai Rp69 miliar dan berdampak pada 299 kepala keluarga.
2. Mutasi disebut bagian dari promosi
Kabid Humas Polda Kaltim Kombes Pol Yulianto menjelaskan bahwa pergantian jabatan ini murni karena promosi dan pembinaan karier.
“Kapolres Bontang termasuk salah satu dari 12 personel yang mendapat promosi. Penanganan kasus tetap berjalan,” ujarnya, Kamis (3/7/2025).
Saat ditanya apakah ada instruksi khusus bagi pejabat baru, Yulianto menjawab singkat.
“Pastilah. Hal-hal yang belum selesai harus diselesaikan oleh pejabat baru," ujar dia.
3. Menteri LH turun tangan
Perhatian terhadap kasus ini juga datang dari pemerintah pusat. Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, telah meminta Deputi Penegakan Hukum KLHK Irjen Pol Rizal Irawan untuk berkoordinasi langsung dengan Polres Bontang.
“Sudah dilakukan konfirmasi. Insyaallah (selesai permasalahannya),” kata Hanif saat dikonfirmasi akhir pekan lalu.
Sementara itu, pengamat kepolisian dari ISESS, Bambang Rukminto, menegaskan bahwa pergantian kapolres tak seharusnya mengganggu proses hukum. “Kapolres punya kewenangan untuk intervensi jika ada penyimpangan dalam proses penyidikan,” katanya.
Ia mengingatkan pentingnya konsistensi Polri dalam penegakan hukum yang berpihak pada kepentingan publik. “Jangan sampai hukum tunduk pada tekanan kekuasaan atau korporasi,” tegasnya.
4. Harapan nelayan
Sorotan publik terhadap kasus ini makin tajam setelah terbitnya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 10 Tahun 2024 tentang Anti-SLAPP, yang secara eksplisit melindungi pejuang lingkungan dari jerat pidana atau gugatan perdata.
“Warga yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang sehat tidak bisa dipidana,” tegas Merah Johansyah, peneliti dari Nugal Institute sekaligus mantan Koordinator Nasional JATAM.
Merah juga mengingatkan bahwa jika kepolisian tetap memproses kasus ini, maka institusi itu berpotensi digugat balik. Ia mendesak KLHK untuk tidak hanya menghentikan kriminalisasi, tetapi juga menindak akar masalahnya.
“PHSS harus diusut atas dugaan pidana lingkungan,” katanya.
Sementara itu, Muhammad Yusuf mewakili para nelayan menyampaikan harapannya. “Kami butuh perlindungan. Kami hanya ingin lingkungan kami pulih, dan mata pencaharian kami kembali,” ujarnya lirih.