Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Tradisi Keriang Bandong: Cahaya Ramadan yang Meredup di Pontianak

Keriang bandong. (IDN Times/Genpi Kalbar).

Pontianak, IDN Times - Selain tadarus, iktikaf, dan berserah diri kepada Allah, ada satu tradisi unik yang masih dijaga oleh sebagian warga Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar) dalam menyambut malam Lailatul Qadar, yaitu tradisi membuat "keriang bandong".

Tradisi ini bukan sekadar ritual keagamaan, tapi juga bagian dari cara warga Pontianak memeriahkan bulan suci Ramadan. Sayangnya, seiring waktu, tradisi ini mulai ditinggalkan dan semakin jarang ditemukan.

1. Makna keriang bandong

Keriang bandong di Kabupaten Kubu Raya. (IDN Times/istimewa).

Nama "keriang bandong" diambil dari hewan serangga yang suka cahaya, sedangkan "bandong" berasal dari kebiasaan serangga tersebut yang selalu datang secara berbondong-bondong ke sumber cahaya. Tradisi ini diwujudkan dengan memasang ribuan lampu minyak tanah di atas wadah berupa batang bambu yang berjajar rapi, menciptakan pemandangan yang indah saat malam tiba.

Namun, kini keriang bandong mulai sulit ditemukan di Pontianak. Meski masih ada beberapa sudut jalan dan wilayah di Kabupaten Kubu Raya yang mempertahankannya, jumlahnya sudah jauh berkurang dibandingkan dulu.

2. Semarak lampu keriang menanti berkah di malam ganjil

BMT UGT Nusantara

Salah satu warga yang masih rutin membuat keriang bandong, Saiful, mengatakan bahwa selain untuk menyemarakkan Ramadan, tradisi ini juga berfungsi mengasah kreativitas anak muda.

Keriang bandong biasanya dipasang pada malam selikuran, mulai dari malam ke-21 hingga malam ke-29 Ramadan. Jumlahnya bisa mencapai ratusan hingga ribuan lampu minyak tanah, menciptakan cahaya yang indah di tengah suasana ibadah malam.

3. Keriang bandong mulai jarang diminati

Keriang bandong. (IDN Times/diskominfo Sanggau).

Sayangnya, keriang bandong makin sulit ditemukan. Dulu, hampir setiap sudut jalan dan halaman rumah warga dihiasi oleh cahaya lampu minyak tanah ini. Namun kini, tren mulai bergeser ke lampu-lampu hias modern yang lebih praktis.

“Sekarang orang-orang lebih memilih lampu hias yang tinggal colok listrik. Lebih gampang dan nggak ribet,” tambah Saiful.

Selain faktor kepraktisan, harga minyak tanah yang terus naik dan makin sulit ditemukan di Pontianak juga menjadi penyebab utama memudarnya tradisi ini.

Meski begitu, masih ada segelintir warga yang tetap berusaha melestarikan keriang bandong agar tradisi ini tidak benar-benar hilang. Mereka berharap generasi muda tetap mau mengenal dan meneruskan tradisi khas Ramadan di Pontianak ini.

Jadi, apakah kamu tertarik untuk ikut menjaga tradisi keriang bandong agar tak sekadar menjadi cerita masa lalu?

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
SG Wibisono
EditorSG Wibisono
Follow Us