Kisah Koesman, Kurir Pembawa Pesan Masa Perjuangan Kemerdekaan

Balikpapan, IDN Times- Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya. Mereka yang berjuang merebut tanah air dari para penjajah dan berkorban darah dan nyawa.
IDN Times menjumpai Prajitno Joyo Dihardjo Koesman, satu-satunya veteran pejuang'45 yang masih hidup di Balikpapan, Rabu (7/8) di sebuah restoran di Balikpapan.
Pria kelahiran Pacitan 17 September 1931 ini masih terlihat gesit dan sehat di usianya yang menginjak 88 tahun. Ingatannya masih tajam, bicara juga masih sangat jelas, hanya pendengaran saja yang agak berkurang namun terbantu dengan hearing aid atau alat bantu dengar yang dipakainya.
Ia menuturkan kisahnya pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia di Balikpapan.
"Tahun 1945 saya sebagai kurir, penghubung antar kelompok. Dulu gak ada kesatuan namanya kelompok. Misal kelompok Abdurrahman Muhidin, Kelompok Kasmani, Kelompok Anang Acil, Kelompok Misran Hadi Prayitno. Jadi ini kelompok bersenjata," katanya.
2. Meski masih remaja, berani mengirimkan pesan dengan mempertaruhkan nyawa
Menurut Koesman, "Pejuang '45 itu ada dua kelompok besar, kelompok satu bidang politik yang lain yaitu kelompok bersenjata," ujar saksi sejarah perjuangan bangsa Indonesia di Balikpapan ini.
Koesman mengirimkan pesan dengan diingat atau dengan surat. "Kalau pesan itu singkat, misalnya sampaikan pesan ini kepada Pak Anu, jadi diingat di kepala saja. Tapi kalau sampai ke Sanga-sanga atau ke Samarinda kita bawa surat, dan ada pengawalnya. Mengantarnya naik perahu," katanya.
Semula ia sering ketakutan menjalani tugas berbahaya ini. Namun sebuah peristiwa membuatnya tak gentar lagi berjuang untuk Indonesia meski nyawa menjadi taruhannya.
"Tadinya ya was-was sebagai manusia biasa. Setelah kakak saya ditangkap dan dipukuli, saya lihat. Mendidih darah saya. Saya sudah mau lempar granat tapi ditahan oleh Sersan Meserengan. Ia merampas granat saya. Pikir saya kakak saya mati gak papa daripada dipukuli," katanya Koesman.
Semenjak kejadian itu, Koesman semakin berani, "Akhirnya saya bertambah meningkat keberanian. Saya gak peduli nyawa. Pagi, siang, malam, kalau diperintah berangkat ya berangkat," bebernya.
Koesman pernah tertangkap tentara Belanda, namun dengan cerdas ia mampu meloloskan diri.
"Saya ditangkap dan ditanya tentara Belanda, 'kamu ekstremis?' Saya jawab, 'Bukan Meneer saya bukan pengemis.' Dia bertanya lagi, 'Kamu tahu ekstremis?,' Jawab saya, 'Tahu, banyak di pasar-pasar'. Saya paham Bahasa Belanda walau sedikit. Saya selewengkan menjadi pengemis. Saya mengaku pelajar. Kemudian dia menelepon guru saya. Guru saya mengatakan benar dia murid saya. Karena itu saya bebas," katanya sambil terkekeh.
Peristiwa tertangkapnya Koesman, tak membuatnya kapok. Menurutnya ia ditangkap mungkin karena tentara Belanda mendapatkan informasi dari pihak lain, mengenai dirinya yang dicurigai sebagai mata-mata.
"Saya dulu sering ke Rapak sekarang Ramayana. Dulu di sana tempat tawanan. Di situ kemudian dibikin klub Manila. Di situ ada prostitusi, saya sering kesana untuk menangkap informasi dari orang-orang Belanda yang mabuk," ujarnya.