Muhammad Sarip & Nanda Puspita Sheilla, keduanya merupakan anggota kegiatan TP2GD Kaltim 2024. (Dok. Muhammad Sarip)
Di tengah masyarakat Kaltim, khususnya Samarinda, masih terdapat kebingungan tentang sosok Abdoel Moeis Hassan. Banyak yang mengira bahwa Abdoel Moeis Hassan telah diabadikan sebagai nama rumah sakit, yakni RS IA Moeis. “Padahal, Abdoel Moeis Hassan adalah mantan gubernur Kaltim, sementara IA Moeis bukan. Tokoh yang kami usulkan adalah Abdoel Moeis Hassan,” jelas Sarip.
Nama Abdoel Moeis Hassan kini telah diabadikan sebagai nama jembatan di Loa Janan, Samarinda, yang sebelumnya dikenal dengan Jembatan Mahakam Ulu (Mahulu). Sarip menyebut bahwa penyematan nama tokoh pada fasilitas publik menjadi salah satu syarat penetapan gelar Pahlawan Nasional, seperti perubahan nama Bandara Sepinggan Balikpapan menjadi Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan Balikpapan.
Di sisi lain, pemberian gelar Pahlawan Nasional sering kali dipengaruhi faktor politik dan dinamika sosial. Sarip mencontohkan tokoh Sutan Sjahrir yang meski berstatus tahanan sipil saat meninggal, langsung dianugerahi gelar Pahlawan Nasional. “Langkah ini dapat dianggap sebagai upaya untuk memulihkan nama baiknya,” ujar Sarip. Namun, tokoh lain seperti Tan Malaka yang dianugerahi gelar pahlawan pada 1960-an, justru dihapus dari daftar pahlawan nasional karena dianggap berideologi komunis.
Sarip menambahkan bahwa pada tingkat daerah, gelar Pahlawan Nasional kerap kali dipengaruhi oleh gengsi, prestise, serta keinginan masyarakat untuk memuliakan nama tokoh yang berpengaruh di wilayahnya.