Menurut Tjahjanto, hal tersebut terjadi karena tidak ada ketentuan yang dipublikasikan terkait sampai kapan galon-galon polikarbonat itu bisa dipakai.
Tidak ada jaminan konsumen memperoleh galon yang diproduksi pada tahun pembelian. Apalagi jaminan galon itu aman dari migrasi BPA.
Tjahjanto mengatakan, industri yang tidak diatur negara berpotensi menimbulkan persaingan yang tidak sehat. Jika struktur pasar sudah oligopoli, seperti yang terjadi dalam pasar AMDK, maka industri ini akan mengarah ke tingkat konsentrasi yang lebih tinggi dan dapat menjadi kondisi monopoli.
Saat market leader mengunci pelanggan dengan menerapkan model pembelian galon yang bisa ditukar dengan galon lagi. Ini salah satu bentuk rintangan untuk masuk ke dalam industri.
“Pemerintah dan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) harus berperan,” ujar Tjahjanto.
Dalam kasus ini, pemerintah harus menerapkan regulasi melalui kewajiban pelabelan galon dan memasukkan BPA ke dalam daftar parameter uji mutu SNI. Terlebih sudah adanya bukti BPA merupakan imbas negatif produk AMDK galon polikarbonat.
"Ini dapat menyebabkan tingkat konsentrasi di pasar AMDK galon kelas ini semakin tinggi," ungkapnya.