Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) melaporkan dugaan kasus pelecehan dan kekerasan di salah satu ponpes.
Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) melaporkan dugaan kasus pelecehan dan kekerasan di salah satu ponpes di Kecamatan Tenggarong Seberang. (Dok. Istimewa)

Kukar, IDN Times - Peristiwa memilukan terjadi di Kabupaten Kutai Kartanegara. Tujuh santri dari sebuah pondok pesantren di Kecamatan Tenggarong Seberang diduga menjadi korban pelecehan dari pengajarnya.

Kasus dugaan pelecehan ini sudah dilaporkan Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) pada Senin (11/8/2025) ke Kepolisian Resor (Polres) Kukar.

1. Melapor bersama korban dan orang tua korban

Ilustrasi kekerasan seksual. (Freepik)

TRC PPA Kaltim yang dipimpin Rina Zainun melaporkan dugaan kasus pelecehan ini bersama para korban dan orang tua masing-masing korban. Diketahui, para korban pelecehan merupakan anak-anak di bawah umur.

Kuasa Hukum TRC PPA Kaltim, Sudirman menerangkan oknum pengajar di ponpes tersebut sudah melakukan aksi bejatnya kepada santri sejak 2021 silam. Bahkan, jejak pelecehan yang dilakukan sang pengajar sudah sempat menjadi pemberitaan media massa.

“Terduga pelaku ini pernah melakukan tindakan yang sama pada 2021 lalu dan ditangani di Polsek. Namun kasusnya hanya berujung mediasi karena kurangnya bukti dan saksi. Sekarang korbannya ada tujuh hingga delapan,” tutur Sudirman.

Sudirman juga menyayangkan langkah mediasi yang dilakukan pada 2021. Dia menilai, jika pada saat itu ada proses hukum maka kemungkinan besar oknum pengajar tersebut tidak akan berulah kembali.

2. Terduga pelaku beraksi pada malam hari

Ilustrasi kekerasan terhadap anak. (Freepik)

Sudirman menerangkan, terduga pelaku kerap melancarkan aksinya pada malam hari saat santri sedang beristirahat. Bahkan, dari pengakuan korban ke TRC PPA maupun kepolisian, mereka tidak hanya mendapat pelecehan seksual dan tindakan asusila, namun juga kekerasan fisik. Hal ini dikarenakan beberapa korban menolak ajakan oknum, yang berujung kekerasan fisik berupa pemukulan.

Terungkapnya kasus ini, kata Sudirman lantaran salah satu santri yang menjadi korban kekerasan dan pelecehan mengalami depresi hingga memutuskan untuk ke luar dari ponpes.

“Korban yang trauma dan depresi ini berani berbicara ke orang tuanya, namun ia sudah tidak berani mendengar nama ponpes itu. Keluarga yang bersangkutan dan korban lain pun menemui kami untuk meminta pendampingan secara kelembagaan,” tutur Sudirman.

3. Pelecehan dilakukan di depan santri lain

Ilustrasi kekerasan pada anak

Yang lebih miris lagi kata Sudirman, terduga pelaku kerap melakukan aksi pelecehan di depan santri yang lain. Namun, karena takut, santri lain disebut Sudirman tak bias berbuat banyak.

“Ada korban itu sempat diseret ke kamarnya. Kadang modus pelaku ini mereka memanggil korban ke ruangan pribadinya, kadang ke ruang tempat belajar untuk melangsungkan aksi tidak senonohnya,” lanjutnya.

Editorial Team