Jalan Poros Samarinda-Bontang persisnya di Desa Tanah Datar, Kecamatan Muara Badak, Kutai Kartanegara yang coba diperbaiki warga setempat (IDN Times/Yuda Almerio)
Sebagai informasi, persoalan tambang di Kaltim bukan lah hal baru. Data dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim izin tambang di Kaltim mencapai 5.137.875,22 hektare atau sama dengan 40,39 persen daratan provinsi ini. Dari jutaan izin tersebut dibagi menjadi dua, yakni izin usaha pertambangan atau IUP lalu PKP2B yang berarti perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara.
Sebelum UU No 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah berlaku di Bumi Mulawarman, kewenangan penerbitan izin ada di tangan para bupati dan wali kota di Kaltim. Ketika itu ada 1.404 IUP diterbitkan dengan total luas 4.131.735,59 hektare. Sedangkan izin PKP2B datang dari pusat, setidaknya ada 30 PKP2B beroperasi di Kaltim. Total luasnya 1.006.139,63 hektare.
Dari tujuh perusahaan tambang dengan izin PKP2B terbesar di Indonesia, lima di antaranya berada di Kaltim. Pada 2013 lalu, Jatam Kaltim sempat merilis data mengenai IUP di kawasan Samboja, Kutai Kartanegara. Setidaknya ada 90 izin pertambangan di kawasan Samboja. Masifnya izin tambang di Kaltim itu juga mengakibatkan persoalan lain seperti lubang bekas tambang. Setidaknya ada 1.735 lubang bekas tambang batu bara di Kaltim. Ribuan lubang itu tersebar di berbagai kabupaten/kota di Kaltim.
“Jadi kalau dia (Isran) marah-marah itu ke mana saja selama itu? Jalanan kita sudah dikuasai oleh bandit tambang ilegal. Itu yang harusnya diselidiki, termasuk pemberian izin penggunaan jalan umum untuk kendaraan tambang,” terangnya.