Kerupuk koin Cap Durian yang diproduksi di rumah Mukadi, Jalan Telagasari 3, Kelurahan Telaga Sari, Balikpapan Kota. (IDN Times/Erik Alfian)
Mukadi mengaku sudah merantau ke Balikpapan sejak 1983. Awalnya ia bekerja serabutan di proyek kayu, hingga kemudian pada 1987 ikut seorang pengusaha kerupuk. Dua tahun bekerja, ia merasa cukup belajar dan memberanikan diri membuka usaha sendiri di kawasan Prapatan.
Mukadi bercerita, ide membuat kerupuk berbentuk koin lahir dari pengalamannya mengamati bentuk kerupuk kotak yang dulu umum dibuat orang. Menurutnya, bentuk kotak lebih sulit dan memakan waktu. Ia kemudian memikirkan cara lebih praktis dan efisien: adonan dimasukkan ke plastik, direbus, lalu dipotong menyerupai koin.
“Bentuk koin lebih gampang dan hasilnya juga lebih seragam. Dari situlah orang mulai mengenal kerupuk koin,” kata Mukadi.
Mukadi awalnya menjajakan kerupuk koin buatannya dengan sepeda ontel ke Kawasan Pandansari dan Kampung Baru. Di tahun-tahun awal, penghasilannya dari menjual kerupuk mencapai Rp5.000–Rp6.000 per hari. Pada masanya jumlah itu lebih tinggi ketimbang upah menjadi tukang atau buruh.
“Kalau dulu, orang mungkin gengsi jualan kerupuk. Tapi saya jalanin saja, sedikit-sedikit produksinya ditambah,” ujarnya.
Meski sudah cukup dikenal, produk kerupuk koin yang diberi label "Cap Durian" ini tetap dipasarkan dengan cara konvensional, tanpa menggunakan media sosial. Biasanya warga atau pemilik usaha langsung datang ke rumahnya untuk membeli. Selain itu, ada karyawan yang biasanya mengantarkan ke pelanggan.