Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Wajah Samarinda mula-mula yang masih sepi dari pembangunan. Gambar diambil pada 1935 (digitalcollections.universiteitleiden.nl/KITLV Leiden)

Samarinda, IDN Times – Dalam rangkaian dekade tak berbilang, hubungan Indonesia dan Tiongkok telah lama terjalin. Bahkan sebelum Masehi, ikatan itu sudah terjadi. Interaksi ini dirajut melalui perdagangan dan kunjungan para musafir beragama Hindu atau Budha.

Fakta tersebut bisa dibuktikan lewat sumber sejarah kerajaan Hindu-Budha. Misalnya patung batu di Pasemah, Sumatera Selatan yang memiliki kemiripan dengan patung kuburan Jenderal Huo K’iuping (Qubing) tahun 117 SM (sebelum masehi) dan benda keramik di Sumatera, Jawa dan Kalimantan berangka tahun 45 SM seperti dicatat Tri Wahyuning M Irsyam dalam Golongan Etnis Tiongkok sebagai Pedagang Perantara di Indonesia, Seminar Sejarah Nasional IV di Yogyakarta (hal 2, 1985).

1. Pertemuan warga Kaltim dengan rombongan Tiongkok terjadi pada abad 12

Potret Samarinda pada masa penjajahan Belanda 1930, kawasan Samarinda sudah ramai. Lokasi potret tersebut berada di kawasan Jalan Yos Sudarso, sekarang (digitalcollections.universiteitleiden.nl/KITLV Leiden)

Tak hanya itu, keberadaan orang-orang Tiongkok di Indonesia juga lebih dulu daripada orang-orang Eropa. Disebutkan MC Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern (hal 6, 1991), perkampungan etnis Tionghoa mula-mula ini terletak di pesisir Utara Jawa seperti Tuban, Demak, dan Jepara pada abad ke-15 atau sekitar tahun 1400.

Lantas bagaimana dengan Kaltim?

Interaksi masyarakat Tiongkok dengan warga Benua Etam tak sukar ditemukan. Sejarawan lokal, Muhammad Sarip menyebutkan dalam bukunya Dari Jaitan Layar Sampai Tepian Pandan: Sejarah Tujuh Abad Kerajaan Kutai Kertanegara (hal 60, 2018), berdasarkan Salasiah Kutai, pada masa Aji Batara Agung Dewa Sakti (sekitar abad 12, tahun 1300-1325) ada rombongan pedagang Tionghoa berlabuh di Kutai Lama.

Mereka dipimpin oleh seorang keturunan raja dari Tiongkok. Diceritakan bahwa, terjadi permainan judi sabung ayam antara Aji Batara Agung Dewa Sakti dengan kepala rombongan Tiongkok dan yang kalah harus menyerahkan kapal beserta isinya. Tak dinyana, rombongan Tiongkok kalah dalam judi adu unggas tersebut.

“Rombongan Tiongkok bersiasat meminta penangguhan waktu serah terima barang taruhan. Ternyata mereka mempersiapkan diri untuk melarikan diri pulang ke negeri asalnya,” tulis Sarip.

2. Nama Kutai berasal dari bahasa Tiongkok yakni Kho-thay artinya kerajaan besar

Editorial Team

Tonton lebih seru di