Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Potret peta Samarinda tempo dulu. (digitalcollections.universiteitleiden.nl/KITLV Leiden)

Samarinda, IDN Times - Meski 17 Agustus 1945 diperingati sebagai hari ulang tahun Indonesia, namun konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) belum benar-benar terbentuk sampai pada 1950.

Menilik sejarah tersebut, rupanya 'Kota Tepian' Samarinda juga menyimpan segudang cerita perjuangan hingga bergabungnya Kalimantan Timur (Kaltim) ke konsep NKRI.

Menurut ahli sejarah Samarinda, Muhammad Sarip, pada Februari 1947 para pejuang masih terus bergerilya melakukan perlawan kepada Belanda yang masih bermukim di kota ini.

"Jadi ada empat tugu palagan namanya yang menjadi monumen bersejarah para pejuang mengusir para penjajah," ucap Sarip melalui telpon selulernya, Sabtu (15/8/2020).

1. Empat tugu palagan pengingat sejarah perlawanan di Samarinda

Satu dari empat tugu palagan pengingat pertempuran penting di Samarinda. (Sumber Buku: Samarinda Tempo Doeloe)

Lanjut Sarip bercerita, kalau didirikannya empat tugu palagan ini sebagai pengingat pentingnya pertempuran pejuang mengusir dominasi penjajah.

Di dalam buku karya Sarip berjudul Samarinda Tempo Doloe (2017), tugu palagan ada di empat lokasi berbeda. Yakni di Jalan Sultan Sulaiman, dekat Kantor Kecamatan Sambutan, kemudian di Jalan Damanhuri II, Jalan R.E. Martadinata dekat Taman Lampion dan Jalan Pangeran Suryanata, di seberang Masjid Asy Syuhada yang diresmikan Pemkot Samarinda pada 10 November 1991.

“Sebagian besar keberadaan juga tak terawat, bahkan posisinya berada di tanah yang dikuasai perusahaan swasta,” bebernya.

2. Gedung Nasional jadi pusat perlawan politik para pejuang

Gedung Nasional yang menjadi pusat perjuangan jalur politik di Samarinda. (Buku Samarinda Tempo Doeloe)

Selain empat tugu palagan, Sarip juga bercerita tentang Gedung Nasional di Jalan Panglima Batur, Kelurahan Pelabuhan, Kecamatan Samarinda Kota yang dibangun pada 1947. Di gedung bermaterial kayu pada pembangunan awalnya ini, kata Sarip, menjadi markas perjuangan diplomasi politik menentang penguasaan kembali Belanda di Bumi Mulawarman 

"Jadi dulu itu ada dua siasat perjuangan. Pertama menggunakan senjata, yang kedua menggunakan jalur politik dan berpusat di Gedung Nasional," cerita Sarip.

Di gedung tersebut menjadi markas bergabungnya lebih dari 20 organisasi sosial politik pro Republik Indonesia (RI). Tokohnya, yakni Abdoel Moeis Hassan ketua dari partai lokal Ikatan Nasional Indonesia (INI) cabang Samarinda yang dipercaya para pejuang pro-RI sebagai Ketua Front Nasional.

Digedung ini banyak karya pemikir yang lahir, salah satunya ialah resolusi kemerdekaan.

"Termasuk memperingati momen serimoni peringatan 17 Agustus dan proklamasi kemerdekaan. Hari lahir TNI (diperingati) juga di situ. Pengibaran merah putih juga di situ," urainya.

Namun sayang, kondisi Gedung Nasional saat ini begitu memperihatinkan dan tak terurus. Bangunannya pun telah empat kali di renovasi dan tak bisa diajukan ke dalam bangunan cagar budaya. Satu-satunya yang tersisa ialah tugu Gedung Nasional yang didirikan pada 1948.

3. Kantor Federasi Kaltim yang beralih fungsi menjadi Gedung Bank BRI

Potret Hotel Mahakam cikal bakal kantor Pemerintah Federasi Kaltim. (Buku Samarinda Tempo Doeloe)

Tak hanya Gedung Nasional, dahulu Samarinda juga memiliki kantor Federasi Kaltim yang juga mencatat banyak sejarah di Kota Tepian.

Pada 1900-an di pinggiran Sungai Mahakam, tepatnya di Jalan Gajah Mada yang sekarang berdiri Bank BRI, terdapat sebuah bangunan bermaterial kayu bernama Hotel Mahakam yang juga mencatat sejarah perjuangan di Samarinda. Pada 1935 penginapan Hotel Mahakam menghadirkan tokoh nasional Mohammad Husni Thamrin bersama puluhan tokoh nasional lainnya menggelar rapat organisasi politik kemerdekaan.

Setelah Indonesia meraih kemerdekaannya, bangunan tua bekas Hotel Mahakam ini kemudian beralih fungsi menjadi kantor Pemerintah Federasi dan Dewan Kaltim pada 1947.

"Banyak sejarah termasuk upacara serah terima pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS) kepada pemerintahan Republik Indonesia (RI)," terang Sarip.

Kemudian, pada 1955 kantor Pemerintah Federasi Kaltim yang telah meleburkan diri ke dalam sistem pemerintahan RI ini kembali beralih fungsi menjadi kantor DPRD Tingkat I Kaltim. Dan selanjutnya pada zaman Orde Baru sekitar 1965-1966 bangunan ini kembali beralih menjadi kantor BRI cabang Samarinda hingga saat ini.

"Terlalu jauh perubahannya karena diruntuhkan habis. Jadi yang tersisa hanya lokasinya saja," kuncinya.

4. Kedatangan Soekarno di Lapangan Pemuda yang Menjadi Taman Samarendah

Salah satu ruang terbuka hijau di Samarinda, namanya Taman Samarendah (IDN Times/Zulkifli Nurdin)

Untuk diketahui, setelah 17 Agustus 1945 Soekarno memproklamasikan kemerdekaan bangsa namun konsep bernegara Republik Indonesia belumlah benar-benar terbentuk.

Dahulu konsep pertama ialah Republik Indonesia Serikat alias RIS. Di dalamnya tedapat tujuh negara bagian yakni, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, Negara Jawa Timur, Negara Madura, Negara Sumatera Timur, Selatan dan Republik Indonesia. Selain itu juga terdapat sembilan daerah otonomi termasuki Kaltim.

Setelah hengkangnya Belanda, tepat pada 10 April 1950, Kaltim resmi bergabung pada Republik Indonesia dan di tahun ini pula konsep bernegara NKRI muncul dan diperkuat dengan kedatangan presiden Soekarno di Kota Tepian.

Kedatangan sang Proklamator ini bertempat di Lapangan Pemuda pada 17 Agustus 1950 yang telah beralih fungsi menjadi Taman Samarendah saat ini.

Lapangan Pemuda dibangun dari dataran rawa yang ditimbun tanah uruk yang disiapkan untuk tempat perkumpulan massa. Kala itu, Bung Karno adalah simbol pemersatu bangsa Indonesia. Kehadirannya dinantikan masyarakat karena orasi atau pidatonya kerap yang membangkitkan nasionalisme bangsa yang baru saja merdeka.

"Saya belum menemukan sumber sejarah yang memaparkan isi detail pidato Bung Karno di Lapangan Pemuda. Tapi, kalau misi Presiden Sukarno ke Samarinda itu dalam rangka memperkuat ikatan NKRI yang baru saja diputuskan sebagai bentuk negara yang baru pada 17 Agustus 1950, menggantikan bentuk negara federal Republik Indonesia Serikat (RIS) yang dibentuk per 27 Desember 1949. Dalam kaitan ini, Kaltim adalah bagian dari RIS," beber Sarip.

Di lapangan ini juga, Presiden Soeharto pada kunjungan pertama di Samarinda, 20 Oktober 1968, berpidato di hadapan rakyat Kalimantan Timur. Presiden ke-2 RI menjelaskan tentang Rencana Pembangunan Lima Tahun, yang sasarannya adalah suatu kehidupan masyarakat yang aman, tenteram lahir dan batin.

5. Samarinda tak lagi mempunyai bangunan yang memiliki nilai sejarah

Suasana perkotaan Samarinda saat ini yang tak lagi memiliki bangunan bersejarah. (IDN Times/Zulkifli Nurdin)

Meski tak begitu banyak, namun sejarah mencatat ada beberapa tempat dan bangunan penting perjuangan bangsa hingga awal mula pembenetukan konsep NKRI di Samarinda.

Meski begitu, namun menurut Sarip saat ini Samarinda telah kehilangan semua bangunan bersejarah tersebut. Yang tersisa hanya beberapa tugu dan bangunan monumental yang telah beralih fungsi meski masih berada di lokasi yang sama.

"Di Samarinda sudah tidak ada bangunan bersejarah. Gedung Nasional mencatat sejarah perjuangan paling penting namun bangunannya sudah empat kali direnovasi dan semakin terabaikan zaman," pungkansya.

Memperingati HUT ke-75 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, IDN Times meluncurkan kampanye #MenjagaIndonesia. Kampanye ini didasarkan atas pengalamanan unik dan bersejarah bahwa sebagai bangsa, kita merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI dalam situasi pandemik COVID-19, di saat mana kita bersama-sama harus membentengi diri dari serangan virus berbahaya. Di saat yang sama, banyak hal yang perlu kita jaga sebagai warga bangsa, agar tujuan proklamasi kemerdekaan RI, bisa dicapai.

Editorial Team