Pahlawan Pangeran Antasari dan KH Idham Chalid Jadi Kebanggaan Kalsel

Banjarmasin, IDN Times - Dua tokoh pahlawan asal Kalimantan Selatan (Kalsel), Pangeran Antasari dan KH Idham Chalid, menjadi kebanggaan masyarakat daerah ini.
Kedua nama tersebut tidak hanya diabadikan sebagai pahlawan nasional, tetapi juga terpampang dalam uang kertas pecahan Rp2 ribu untuk Pangeran Antasari dan Rp5 ribu untuk KH Idham Chalid.
1. Wali Kota Banjarmasin bangga dengan Pangeran Antasari dan Idham Chalid
Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina, menyampaikan rasa bangganya bahwa dua putra daerah Kalsel ini dihormati sebagai pahlawan nasional dan diabadikan dalam mata uang rupiah.
“Di momentum Hari Pahlawan ini, kita merasa bangga bahwa dua pahlawan nasional asal Kalsel, Pangeran Antasari dan KH Idham Chalid, diabadikan dalam uang rupiah. Ini adalah pengakuan atas perjuangan mereka,” ujar Ibnu Sina.
Ibnu mengingatkan bahwa para pahlawan telah berkorban demi kemerdekaan Indonesia. Ia mengajak masyarakat untuk menjaga dan mengisi kemerdekaan dengan kontribusi nyata.
“Saya berharap masyarakat Kalimantan Selatan, khususnya Banjarmasin, semakin memahami pentingnya rupiah sebagai simbol kedaulatan negara kita. Mari kita jaga rupiah, sebagaimana kita menjaga semangat kebangsaan yang diwariskan para pahlawan,” tambahnya.
2. Sejarah singkat kepahlawanan Pangeran Antasari
Pangeran Antasari dianugerahi gelar Pahlawan Nasional melalui SK No. 06/TK/1968 pada 27 Maret 1968. Sultan Banjar ini dikenal sebagai pemimpin Perang Banjar melawan penjajahan Belanda yang berlangsung pada 14 Maret 1862.
Meski menghadapi tekanan besar, Pangeran Antasari dan pasukannya terus berjuang hingga akhir hayatnya pada 11 Oktober 1862 akibat penyakit paru-paru dan cacar.
3. Sejarah singkat kepahlawanan KH Idham Chalid
KH Idham Chalid, yang lahir di Satui, Tanah Bumbu pada 27 Agustus 1921, juga dianugerahi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan Keppres No. 113/TK/2011 pada 7 November 2011. Selain sebagai Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) selama 28 tahun, Idham Chalid juga pernah menjabat sebagai Ketua MPR/DPR.
Ia berperan aktif dalam pendidikan dengan mendirikan dua yayasan Islam, yaitu Darul Maarif di Jakarta Selatan dan Darul Qur'an di Cisarua, Bogor, yang juga menjadi tempat peristirahatannya yang terakhir. Komitmennya pada pendidikan terlihat dari upayanya mendirikan yayasan yang diperuntukkan bagi masyarakat kurang mampu.