Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Tangkapan layar SPPT milik salah satu warga Balikpapan. Ada kenaikan signifikan PBB yang harus dibayarkan.
Tangkapan layar SPPT milik salah satu warga Balikpapan. Ada kenaikan signifikan PBB yang harus dibayarkan. (Dok. Istimewa)

Balikpapan, IDN Times – Arif Wardhana, warga Balikpapan Utara, dibuat kaget bukan main setelah menerima tagihan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tanah milik orang tuanya. Tanah seluas 1 hektare yang biasanya hanya dikenai pajak sekitar Rp306 ribu per tahun, tiba-tiba melonjak hingga Rp9,5 juta. Jika dihitung, kenaikannya mencapai 3.000 persen.

“Lahan ini milik orang tua saya. Kami rutin bayar pajak tiap tahun, terakhir tahun 2024 sebesar Rp306 ribu. Sejak dulu saya yang urus,” kata Arif saat ditemui, Selasa (19/8/2025).

1. Warga bilang tak ada sosialisasi

ilustrasi pajak (IDN Times/Aditya Pratama)

Arif mengaku awalnya hanya diberitahu Ketua RT soal adanya Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Ia mengira kenaikan wajar, mungkin jadi Rp500 ribu atau Rp1 juta. Namun, ternyata jumlahnya tembus Rp9,5 juta.

“Begitu lihat SPPT, saya kaget sekali. Kalau Rp300 ribu masih bisa dibayar, tapi Rp9,5 juta jelas berat bagi orang tua saya yang hanya pensiunan,” keluhnya.

Arif pun mempertanyakan dasar kenaikan yang mencapai hampir 3.000 persen itu. Hingga kini, belum ada penjelasan resmi dari Pemkot Balikpapan. “Di Pati, Jawa Tengah, saat pajak naik tinggi, bupati langsung klarifikasi dan membatalkan. Di sini justru sepi, sosialisasi pun tidak ada,” tegasnya.

Hingga saat ini, Arif memilih menunda pembayaran pajak dan menanti keterangan resmi dari pemerintah. "Saya belum bayar. Saya menunggu informasi dulu, apakah memang ada kenaikan atau salah administrasi," kata dia.

2. Pemkot Balikpapan : Pajak untuk pembangunan

Wakil Wali Kota Balikpapan, Bagus Susetyo. (IDN Times/Erik Alfian)

Wakil Wali Kota Balikpapan, Bagus Susetyo, mengakui adanya penyesuaian tarif PBB. Namun ia tak merinci besaran kenaikan PBB di Kota Beriman. Meski begitu, ia menegaskan bahwa kebijakan ini bukan untuk membebani warga.

“Tidak ada pembebanan berlebihan. Semua sudah dipelajari, nilainya masih dalam batas toleransi,” ujarnya.

Menurut Bagus, sekitar 80 persen pendapatan daerah berasal dari pajak, sementara 30 persen sisanya dari dana bagi hasil. Pungutan pajak itu digunakan untuk pembangunan infrastruktur, kesehatan, hingga pendidikan.

“Kalau tidak dari pajak, darimana lagi? Pajak ini untuk membangun kota, dari jalan mantap, sekolah, sampai layanan kesehatan,” jelasnya.

3. Ada diskon dan pemutihan pajak

Ilustrasi diskon. (IDN Times/Arief Rahmat)

Meski tarif naik, Bagus menyebut Pemkot juga menyiapkan keringanan. Warga yang melunasi PBB lebih awal hingga September 2025 bisa mendapat potongan. Selain itu, ada program pemutihan untuk wajib pajak yang menunggak.

“Silakan cek ke dinas. Yang penting dicatat, tidak ada niat membebani masyarakat secara berlebihan. Semua ini demi pembangunan bersama,” pungkasnya.

Editorial Team