Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
WhatsApp Image 2025-08-21 at 13.48.01.jpeg
Kepala BPPDRD Kota Balikpapan, Idham Mustari. (IDN Times/Erik Alfian)

Balikpapan, IDN Times – Polemik kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Balikpapan menjadi sorotan hangat belakangan ini. Arif Wardhana, warga Balikpapan, sebelumnya mengaku tagihan PBB-nya tahun ini melonjak hingga 3.000 persen, dari Rp305 ribu menjadi Rp9,5 juta.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Badan Pengelola Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (BPPDRD) Balikpapan, Idham Mustari, angkat bicara untuk memberikan klarifikasi.

Idham menjelaskan bahwa kenaikan PBB yang beredar tidak sepenuhnya benar, tetapi juga tidak seluruhnya salah. Ia menyebut penyesuaian yang terjadi bersifat variatif dan perlu dijelaskan secara kasus per kasus.

1. Kenaikan NJOP jadi faktor utama

ilustrasi pajak (IDN Times/Aditya Pratama)

Idham menjelaskan, penyesuaian PBB merupakan amanat undang-undang yang mewajibkan pemerintah daerah menyesuaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dengan kondisi riil di lapangan. Di Balikpapan, penyesuaian NJOP sudah mulai dilakukan sejak akhir 2023.

“Pada tahun 2024, kami masih memberikan stimulus atau diskon 100 persen, sehingga ketetapan PBB sama dengan tahun 2023. Nah, tahun ini, sesuai amanat undang-undang, kita harus menyesuaikan NJOP dan ketetapan PBB,” jelas Idham, Kamis (21/8/2025).

Dia juga menyebut ada beberapa faktor yang membuat PBB tahun ini terasa naik signifikan di tengah masyarakat, seperti berkurangnya stimulus. "Jika tahun lalu stimulus mencapai 100 persen, tahun ini hanya 40–55 persen," kata dia.

Dan yang paling utama, sebut dia adalah perubahan nilai ekonomis kawasan. "Wilayah yang berkembang menjadi kawasan industri atau komersial, seperti Kariangau, mengalami lonjakan NJOP yang wajar karena mengikuti perkembangan nilai ekonomi. Dulu di Kariangau NJOP-nya Rp36 ribu, sekarang Rp1 juta ke atas," ungkap dia.

2. Kenaikan PBB sampai 3.000 persen, BPPDRB klaim karena salah catat

ilustrasi pajak bumi dan bangunan (freepik.com)

Terkait kasus viral kenaikan PBB hingga 3.000 persen, Idham menegaskan bahwa hal itu terjadi karena kesalahan pencatatan posisi tanah di peta. Kasus yang terjadi di Jalan Batu Ratna, Balikpapan Utara, tersebut rupanya objek tanah tercatat di zona nilai tanah (ZNT) yang keliru dan tidak ada di peta BPPDRB.

“Dulu saat mengurus PBB, saat zaman KPP Pratama dia hanya mengandalkan PBB tetangga dan nama jalan. Warga bisanya tidak melihat sertifikat dan peta secara akurat. Jadi ada potensi salah penempatan ZNT,” ujarnya.

Untuk itu, BPPDRD mengimbau wajib pajak yang merasa keberatan untuk datang langsung ke kantor dan mengonfirmasi posisi tanah atau ZNT mereka. Jika ada kesalahan, data akan diperbaiki agar sesuai.

Idham juga menjelaskan, Pemerintah Kota Balikpapan telah mengambil kebijakan intervensi dengan memberikan stimulus tambahan secara variatif, antara 30–90 persen. Ini bertujuan untuk menyeimbangkan beban wajib pajak. Kebijakan stimulus tambahan ini mulai berlaku Kamis (21/8/2025) hingga akhir tahun nanti.

“Contoh, kasus yang viral kenaikan 3.000 persen, setelah intervensi stimulus 90 persen, ketetapan PBB akhirnya hanya sekitar Rp2 jutaan. Itu dianggap wajar, mengingat luas tanahnya mencapai 1 hektare lebih,” paparnya.

Bahkan, Idham menyebut PBB yang dibayarkan warga pemilik lahan itu bisa lebih rendah jika dalam proses konfirmasi didapati NJOP-nya di bawah Rp1 juta.

3. Rentang kenaikan PBB variatif dan terus dievaluasi

Ilustrasi pajak. (Dok. iStock)

Secara umum, Idham menyebut kenaikan PBB bervariasi. Untuk rumah di perkampungan, kenaikan awalnya 150–200 persen maksimal. Setelah intervensi stimulus, kenaikannya hanya sekitar 50–100 persen.

Sementara untuk kawasan strategis atau komersial, kenaikannya bisa mencapai 200 persen setelah stimulus. “Yang sampai 3.000 persen itu hanya kasus khusus akibat salah pencatatan, bukan kasus umum,” tegasnya.

Evaluasi juga akan terus dilakukan, baik terkait tarif maupun posisi tanah di peta. Ia mencontohkan, jika ada tanah di pinggir jalan utama yang NJOP-nya masih dihitung di dalam gang, itu akan disesuaikan. Sebaliknya, jika salah catat, datanya juga akan diperbaiki.

Idham meneruskan, kebijakan bebas pajak untuk NJOP di bawah Rp100 juta tetap berlaku, yang diatur dalam Perwali dan akan berlaku selama tiga tahun, yakni 2025, 2026, dan 2027. Terkait sanksi, ia menginformasikan adanya penghapusan denda PBB hingga September tahun ini.

Ia menjelaskan, penentuan NJOP dilakukan oleh tim penilai dengan mengambil nilai indikasi rata-rata dari harga transaksi di masyarakat. “Dulu, kita susah mencari info. Sekarang, kita tahu harga transaksi yang sebenarnya. Sama seperti di perumahan, mereka kasih selebaran harga Rp500 juta, tapi di notaris tercatat Rp250 juta. Kami tahu harga itu,” tegasnya.

Editorial Team