Sehubungan itu, Nia meminta pemerintah mendukung BPOM dalam agenda pelabelan BPA kepada galon guna ulang di tanah air. Ia mengakui, saat sekarang ada pro kontra, di mana terdapat pihak yang mendukung maupun menolak pelabelan BPA Free ini.
Seperti dilakukan Kementerian Perindustrian hingga Aspadin yang beralasan, pelabelan BPA akan membawa dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi dalam industri makanan dan minuman di Indonesia.
Tetapi soal ini, Nia berpendapat, pemerintah semestinya lebih mengedepankan kepentingan kesehatan masyarakat dibandingkan kepentingan ekonomi.
Menurutnya, pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tidak akan berarti saat warganya dalam kondisi tidak sehat.
“Kepentingan kesehatan semestinya di atas kepentingan ekonomi, jangan di balik-balik,” ujarnya.
Sedangkan pelaku industri, menurut Nia selalu mencari celah serta upaya dalam mengakali aturan sudah ditentukan. Ia mencontohkan, aturan pelarangan iklan produk bayi usia 0 hingga 3 tahun.
Tetapi pelaku industri terus melakukan lobi-lobi agar ketentuan tersebut dipangkas hanya untuk produk bayi usia 0 hingga 1 tahun saja.
Selain itu, pelaku industri pun aktif menjalin lobi-lobi tingkat tinggi ke sejumlah kementerian guna meloloskan kepentingan bisnisnya. Termasuk salah satunya dalam kaitan isu BPA Free.
Mereka menggelar seminar – seminar di mana para nara sumbernya ternyata adalah para ahli yang mengakomodasi kepentingan industri. Opini mereka bertolak belakang dengan apa sudah disampaikan BPOM maupun para pakar tepercaya.
Apalagi para market leader industri air minum dalam kemasan (AMDK), menurut Nia adalah perusahaan multinasional corporation (MNC) yang berinduk pada perusahaan besar di Eropa dan US. Di negara mereka sendiri, pemerintah menerapkan aturan yang ketat soal pemanfaatan BPA untuk kepentingan produk makanan dan minuman.
Bahkan, di Malaysia sendiri ternyata sudah memberlakukan aturan lebih ketat penggunaan BPA dibandingkan Indonesia.
“Para industri AMDK ini semestinya menerapkan kualitas produknya sesuai standar di negaranya juga. Jangan karena takut berkurang keuntungan, sehingga melakukan lobi ke sana-sini. Padahal keuntungan mereka sangat besar dalam industri AMDK ini,” tegasnya.