Pelopor Banda Rescue, Kumpulan Relawan Bencana dari Balikpapan

Balikpapan, IDN Times - Terlibat menjadi relawan bencana bukan hal yang mudah dilakukan. Tak banyak orang yang rela mengorbankan waktu untuk membantu secara langsung, atau turun di lokasi kejadian. Kesedihan, kengerian, bahkan bahaya pun mereka secara langsung.
IDN Times menemui salah seorang relawan bencana asal Balikpapan Kalimantan Timur (Kaltim). Ia adalah Andreanus Pamuji, yang turut andil dalam terbentuknya Banda Rescue di Balikpapan.
Kini usianya 51 tahun, tak lagi muda. Namun ia masih kerap terlibat dalam operasi kebencanaan, meski tak lagi sesering dahulu. Andreanus membentuk Banda Balikpapan bersama rekan-rekannya pada tahun 2008.
1. Terlibat dalam evakuasi korban Gunung Merapi dan runtuhnya Jembatan Kukar
Ia dan rekan-rekannya di Banda biasa bertugas saat terjadi bencana. Saat Banda turun, mereka berkoordinasi juga dengan instansi yang bertugas.
Di Balikpapan, sejumlah bencana yang biasa melibatkan Banda dalam pertolongan antara lain adalah banjir, tanah longsor, dan kebakaran.
"Misal banjir, kami evakuasi korban. Tanah longsor kami membantu evakuasi jika ada korban. Kalau kebakaran kami tetap turun, namun porsi kami di ring kedua dan ketiga. Jika ada korban, baru kami masuk," jelasnya.
Banyak juga suka dan duka yang dialami Andre, sapaan Andreanus, sebagai relawan bencana. Apalagi tak hanya di Balikpapan, Banda juga kerap ikut serta dalam pertolongan korban bencana di luar daerah.
"Kami juga terlibat di rescue korban letusan Gunung Merapi tahun 2010. Dengan keterbatasan yang ada kami evakuasi. Termasuk bagaimana evakuasi Mbah Marijan itu," kisahnya.
Sering kali berhadapan dengan tingkat kesulitan yang tinggi dan menghadapi rintangan, saat bisa membantu akan jadi satu kebanggaan.
"Kami saat 2010 jadi tim pertama dari luar daerah yang membantu di Merapi. Kami emang bersifat nasional. Tidak hanya bergerak di Balikpapan," sebutnya.
Selain kejadian Merapi di 2010, ia juga terlibat dalam pertolongan korban gempa di Palu 2018. Selain itu juga saat runtuhnya jembatan Kukar tahun 2011.
Ia menceritakan, saat sebelum evakuasi jembatan Kukar, ketika itu ada seorang rekannya fotografer yang sedang hunting di Tenggarong, Kabupaten Kukar. Ia ditelepon dan rekannya memberi kabar tentang jembatan yang runtuh.
Namun saat itu ia hanya menjawab bercanda.
"Saya santai, ternyata sungguhan. Kala itu belum ada WhatsApp dan informasi tidak secepat sekarang. Saya ditelepon lagi, yang kebetulan istri saya di Samarinda dan menuju Tenggarong. Dia bilang nggak bisa lewat," tutur Andre kepada IDN Times.
Ia pun berkoordinasi dengan pihak kepolisian dan ternyata benar. Ia bersama timnya segera bersiap berangkat. Pencarian saat itu dilakukan hingga 14 hari.
"Belum banyak bantuan dari luar daerah. Paling TNI, Polri, dan Basarnas. Kami juga dan beberapa relawan lain. Kami terjun langsung ke air melakukan pencarian," ungkapnya.