Cuplikan film Eksil (Youtube.com/Lola Amaria Production)
Dalam prosesnya, kata Wawan rencana nobar film "Eksil" langsung memperoleh respons positif dari mahasiswa dan penggiat masyarakat sipil di Samarinda. Sebanyak 146 tiket nobar seharga Rp30 ribu sudah diminati oleh mereka yang penasaran dengan peristiwa terjadi pada 59 tahun silam tersebut.
Koordinasi dengan pihak bioskop Samarinda pun sempat berjalan lancar hingga mendadak dibatalkan.
"Pihak bioskop menghubungi kami dan mengatakan pemutaran film ini tidak bisa dilakukan," papar Wawan.
Mereka meminta panitia penyelenggara mengurus perizinan pengumpulan massa dan keramaian kepada Polresta Samarinda. Kalau tidak bisa dipenuhi, pemutaran film "Eksil" tidak bisa dilakukan di bioskop Samarinda.
"Ini tentunya membingungkan, untuk apa memutar film harus minta izin kepolisian? Sedangkan pemutaran film di daerah-daerah lain juga berjalan normal. Bahkan di Balikpapan juga berjalan lancar," keluhnya.
Sebagai catatan, film "Eksil" sudah tayang di bioskop Jakarta, Bali Jogja, dan banyak mendapatkan penghargaan internasional.
Wawan berpendapat, Polresta Samarinda semestinya menjamin kebebasan berekspresi, dan hak warga negara dilindungi dengan baik sesuai Pasal 28 juncto Pasal 28E ayat (3) UUD 1945. “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Ini jelas mencederai demokrasi," ujarnya.