Polda Kaltim Bongkar Pemerasan Seksual Daring dengan Korban ABG Swedia

Balikpapan, IDN Times – Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalimantan Timur mengungkap kasus kejahatan siber berupa grooming dan sextortion (pemerasan seksual daring) yang melibatkan seorang pemuda asal Balikpapan berinisial AMZ (20), terhadap remaja perempuan berusia 15 tahun asal Swedia.
Kabid Humas Polda Kaltim Kombes Yuliyanto menjelaskan bahwa kasus ini terungkap berkat kerja sama antara Polda Kaltim, Interpol, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Stockholm, Swedia. Berdasarkan laporan awal yang diterima dari pemerintah Swedia dan Interpol, diketahui bahwa pelaku menggunakan berbagai akun media sosial dan aplikasi digital untuk memanipulasi serta mengancam korban agar mengirimkan konten bermuatan seksual.
1. Kronologi dan Barang Bukti

Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kaltim, AKBP Meilki Bharata menyampaikan bahwa tindakan kriminal ini terjadi pada Juni 2025, dengan pelaku berdomisili di Jalan Mulawarman, Kecamatan Balikpapan Timur, Kota Balikpapan. Pelaku berinisial AMZ merupakan pria berusia 20-an yang berprofesi sebagai karyawan swasta.
“Modus pelaku adalah membangun kedekatan secara daring dengan korban, kemudian mengancam akan menyebarkan gambar atau video yang bersifat asusila apabila korban tidak memenuhi permintaan pelaku, baik berupa konten tambahan maupun permintaan materi,” jelas Meilki.
Adapun dalam pengungkapan kasus ini, polisi mengamankan sejumlah barang bukti berupa lima akun email, akun ProVox, Discord, TikTok, platform gim daring, akun pembayaran PayPal, satu unit ponsel Samsung A36 warna hitam, satu unit ponsel Realme XT warna biru, dan satu unit laptop Asus Vivobook.
Adapun foto dan video milik korban yang dimiliki oleh pelaku AMZ mencapai 30. Rinciannya, 10 foto dan 20 video korban.
2. Kasus Berakhir dengan Restorative Justice

Kasubdit Siber Ditreskrimsus Polda Kaltim, Kompol Ariansyah, menjelaskan bahwa hubungan antara pelaku dan korban bermula dari interaksi di sebuah platform permainan daring, yang kemudian berlanjut melalui beberapa aplikasi lain seperti ProVox, email, dan Discord.
“Awalnya mereka saling mengenal dari game online, lalu komunikasi berlanjut di Discord—aplikasi yang mirip WhatsApp atau Telegram. Dari sana tumbuh rasa kedekatan, pelaku bahkan membangun hubungan seolah-olah menjadi sahabat dekat, bahkan lebih dari itu bagi korban,” jelas Kompol Ariansyah.
Ia menambahkan, berdasarkan penyelidikan, pelaku telah menjalin komunikasi dengan korban sejak Juni 2024. Dalam kurun waktu itu, pelaku sempat meminta uang sebesar 500 dolar AS dan sempat dikirim oleh ibu korban senilai 50 dolar AS. Namun, hingga kini tidak ada bukti bahwa pelaku telah menyebarkan konten bermuatan asusila.
“Setelah kami lakukan pemeriksaan forensik digital terhadap perangkat pelaku, baik ponsel maupun laptop, dipastikan bahwa konten belum sempat didistribusikan atau disebarkan,” tegasnya.
Hal inilah yang menjadi pertimbangan utama mengapa proses hukum tidak dilanjutkan ke tahap penuntutan. Kompol Ariansyah menyebutkan bahwa unsur pasal dalam Undang-Undang ITE terkait penyebaran konten pornografi belum terpenuhi.
“Jadi ini murni dilakukan lewat pendekatan restorative justice. Mengingat tidak ada laporan pro justitia yang masuk, hanya laporan informasi, serta keterbatasan pelapor yang berada di luar negeri dan tidak memungkinkan membuat laporan resmi di Indonesia,” katanya.
Kompol Ariansyah juga menegaskan bahwa jika kasus ini ditangani di Swedia, pelaku bisa saja dijemput oleh otoritas setempat. Namun berkat pendekatan mediasi dan koordinasi lintas negara, upaya itu dapat dihindari.
“Tidak ada distribusi konten. Ini bisa kami pastikan berdasarkan hasil pemeriksaan digital forensik yang kami lakukan,” tutupnya.
3. Ajakan untuk Melapor dan Edukasi Masyarakat

Kombes Yuliyanto menambahkan bahwa kasus ini menjadi pengingat bahwa kejahatan daring bisa menimpa siapa saja, terutama anak-anak dan remaja. Pelaku biasanya mendekati korban secara halus, membangun kepercayaan, lalu beralih menjadi ancaman begitu korban mulai tergantung secara emosional.
“Kami mengimbau kepada masyarakat, khususnya orang tua dan remaja, agar waspada dalam berinteraksi di dunia maya. Jangan ragu untuk melapor ke polisi jika menemukan indikasi kejahatan serupa,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa Polda Kaltim memiliki layanan khusus seperti Unit PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak) serta Subdit Siber yang bisa menjadi tempat konsultasi dan pengaduan.
“Kami juga siap menindaklanjuti laporan lain yang mungkin belum terungkap. Pencegahan dan edukasi akan terus kami lakukan,” pungkasnya.