ilustrasi minum air mineral kemasan (pexels.com/MaurícioMascaro)
Berdasarkan data, keunggulan plastik PET didukung riset yang menegaskan botol plastik PET aman digunakan. Kesimpulan ini dipublikasikan Council of Scientific and Industrial Research-Central Food Technological Research Institute (CSIR-CFTRI), Mysore, India.
Analisis CSIR-CFTRI menyimpulkan, terpapar temperatur tinggi pun plastik PET tidak menyebabkan migrasi di dalam kemasan, semuanya masih di bawah batas deteksi (below detection limit).
Batas ini juga masih di bawah regulasi Uni Eropa (UE) tentang batas migrasi spesifik yang merupakan jumlah maksimum senyawa yang bisa bermigrasi dari kemasan ke dalam minuman di dalamnya. Secara keseluruhan, hasil riset ini menyimpulkan tidak ada senyawa kimia pada botol plastik PET yang melanggar batasan regulasi Uni Eropa.
"Regulasi pelabelan ini semata untuk perlindungan kesehatan masyarakat,” tegas Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito.
Ia menjelaskan, regulasi pelabelan tersebut mengacu pada hasil kajian dan riset mutakhir di berbagai negara terkait risiko paparan BPA pada kesehatan publik.
"Semua kajian (scientific research) lebih kepada risiko yang sangat tinggi terhadap kesehatan akibat dari BPA," katanya.
Menurutnya, kehadiran pelabelan tersebut bisa memotivasi pelaku industri untuk berinovasi dalam menghadirkan kemasan air minum yang aman bagi masyarakat. "Dari sisi konsumen, pelabelan risiko BPA adalah hak masyarakat untuk teredukasi dan memilih apa yang aman untuk dikonsumsi," tuturnya
Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Rita Endang juga menampik tudingan bahwa pelabelan BPA berdampak negatif pada industri air kemasan.
Menurutnya, pandangan tersebut keliru karena pelabelan risiko BPA pada dasarnya hanya menyasar produk air galon bermerek alias punya izin edar. "Regulasi pelabelan BPA tidak menyasar industri depot air minum. Sejauh ini sudah ada 6.700 izin edar air kemasan yang dikeluarkan BPOM," kata Rita.
Rita merinci, saat ini sekitar 50 juta lebih warga Indonesia sehari-harinya mengonsumsi air kemasan bermerek. Dari total 21 miliar liter produksi industri air kemasan per tahunnya, 22 persen di antaranya beredar dalam bentuk galon isi ulang.
Dari yang terakhir, 96,4 persen berupa galon plastik keras PC. "Artinya 96,4 persen itu mengandung BPA. Hanya 3,6 persen yang PET. Inilah alasan kenapa BPOM memprioritaskan pelabelan risiko BPA pada galon guna ulang," katanya.