Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Mungky, Orangutan jantan berumur 24 tahun kini meninggali Pulau Kalawasan.
Mungky, Orangutan jantan berumur 24 tahun kini meninggali Pulau Kalawasan. (Dok. PSO Arsari)

Penajam, IDN Times – Setelah lebih dari 10 tahun hidup sebagai peliharaan ilegal, dua orangutan jantan Borneo, Mungky dan Dodo, akhirnya berhasil ditranslokasi ke Pusat Suaka Orangutan (PSO) Arsari di Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.

Translokasi ini merupakan bagian dari upaya kolaborasi lintas pihak untuk melestarikan orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) yang berstatus kritis (critically endangered). Melalui kerja sama antara Yayasan Arsari Djojohadikusumo (YAD), Balai KSDA Kalimantan Timur, Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN), serta lembaga konservasi lain, Mungky dan Dodo kini bersiap menempati Pulau Kelawasan, sebuah pulau suaka orangutan yang tengah dikembangkan.

1. Peran PSO Arsari

Proses translokasi Mungky dan Dodo menuju Pulau Kalawasan di Sepaku. (Dok. PSO Arsari)

PSO Arsari berdiri sejak 2019 di bawah pengelolaan YAD dengan tujuan menyelamatkan orangutan dan satwa liar lain yang tidak bisa lagi dilepasliarkan. Lokasinya berada di area HGB PT ITCI Kartika Utama, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara.

“Melalui kerja sama tripartit antara Balai KSDA Kalimantan Timur, OIKN dan YAD, PSO Arsari memiliki keinginan untuk memberikan kesejahteraan bagi orangutan jantan dewasa khususnya yang tidak lagi dapat dilepasliarkan ke alam bebas,” ujar S. Indrawati Djojohadikusumo, Wakil Ketua YAD.

Indrawati menambahkan, translokasi Mungky dan Dodo adalah simbol dari kepedulian multipihak, mulai dari lembaga konservasi, pemerintah, hingga perusahaan yang ikut mendukung dari sisi logistik.

2. Kisah panjang Mungky dan Dodo

Dodo,orangutan jantan berusia 29 tahun, sebelumnya diselamatkan dari pemeliharaan ilegal di Bogor pada 2008. (Dok. PSO Arsari)

Mungky, kini berusia 24 tahun, diselamatkan dari warga di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, pada 2014 dan sejak itu dirawat di Sintang Orangutan Center (SOC). “Kalau dari segi fisik dan kesehatan, dia bagus, sehat, anatomis lengkap, tidak ada cacat. [Hanya] dia sudah terlalu lama dipelihara, sehingga tidak bisa dilepasliarkan,” jelas drh. Vicktor Vernandes, Manajer Program SOC.

Sementara Dodo, 29 tahun, diselamatkan dari pemeliharaan ilegal di Bogor pada 2008, lalu dititiprawatkan di PPS Cikananga. “Walaupun secara medis Dodo sehat, namun karena sejak lahir di kandang, insting survive-nya kecil. Kami berharap ia bisa sejahtera di pulau suaka,” terang drh. Anatasha Reza Widiantoro, dokter hewan Cikananga Wildlife Center.

Kedua orangutan ini menempuh perjalanan panjang dari pusat rehabilitasi masing-masing hingga akhirnya tiba di PSO Arsari pada Mei dan Juli 2025.

3. Pulau Kelawasan, rumah baru Orangutan

Dodo dan Mungky bakal menempati Pulau Kalawasan karena tidak memungkinkan dilepasliarkan lagi. (Dok. PSO Arsari)

Pulau Kelawasan di kawasan Ibu Kota Nusantara tengah disiapkan sebagai habitat semi-liar bagi orangutan yang tidak bisa dilepasliarkan. Pulau ini dirancang menyerupai habitat alami, sehingga orangutan dapat berperilaku layaknya di hutan, meski tetap ada intervensi manusia terkait pakan.

“Ketika mereka tidak bisa dilepasliarkan, paling tidak, mereka dapat hidup di habitat alaminya dengan tetap ada intervensi dari manusia. Mereka bisa hidup hingga akhir hayatnya bukan di kandang, melainkan di hutan Borneo,” jelas Ari Wibawanto, Kepala Balai KSDA Kalimantan Timur.

Wakil Ketua YAD, S. Indrawati Djojohadikusumo, menegaskan bahwa Pulau Kelawasan akan menampung lima orangutan jantan pipi lebar yang kini ada di PSO Arsari, termasuk Mungky dan Dodo. “Kami berharap, mereka akan lebih bebas dan sejahtera di sana hingga nanti mereka tutup usia,” pungkasnya.

Editorial Team