Orangutan dilepasliarkan di Melawi. (IDN Times/istimewa).
Sementara itu, Direktur Program Operasional YIARI, Argitoe Ranting, menyampaikan bahwa kegiatan pelepasliaran ini juga menjadi momentum penting dalam penguatan transparansi dan komunikasi konservasi kepada publik.
Dia menambahkan bahwa dampak dari kebijakan tersebut tidak hanya terbatas pada aspek komunikasi, tetapi juga berimplikasi serius terhadap penanganan konflik dan penyelamatan satwa di lapangan.
“Pada periode tersebut, berbagai pembatasan sering kali disampaikan oleh kepala-kepala balai di daerah dengan mengatasnamakan arahan kementerian. Situasi ini menimbulkan kebingungan di lapangan, menghambat koordinasi, bahkan dalam beberapa kasus menghambat proses penyelamatan dan translokasi orangutan yang seharusnya dapat segera dilakukan," ujarnya.
"Akibatnya, kami menemukan situasi di mana individu orangutan tidak tertangani tepat waktu, konflik dengan masyarakat meningkat, dan kerugian juga dirasakan oleh masyarakat akibat kerusakan tanaman kebun warga,” tambahnya.
Argitoe bilang, kondisi tersebut menjadi pelajaran penting bagi semua pihak karena itu, pihaknya menyambut baik ruang publikasi dan keterbukaan yang kini tersedia.
Kepala BKSDA Kalimantan Barat, Murlan Dameria Pane, menyatakan kegiatan pelepasliaran orangutan hasil rehabilitasi Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) di Ketapang ke Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya, tidak hanya sekedar memindahkan orangutan dari pusat rehabilitasi ke habitatnya, tetapi merupakan bentuk komitmen semua pihak terhadap konservasi keanekaragaman hayati khususnya dalam hal ini konservasi orangutan.
“Pelepasliaran ini memberikan kesempatan untuk Badul, Korwas, dan Asoka utk hidup dan beraktivitas di alam bebas. Semoga mereka hidup sejahtera dan berkembangbiak sehingga menambah populasi orangutan Kalimantan,” harapnya.
Kepala Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya, Persada Agussetia Sitepu, menyatakan bahwa pelepasliaran tiga individu orangutan ini merupakan bagian dari upaya penguatan fungsi kawasan TNBBBR sebagai habitat alami satwa liar yang aman dan berkelanjutan.
“Pelepasliaran tiga individu orangutan kalimantan di kawasan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya merupakan hasil dari proses yang terencana dan berbasis pada kajian kesesuaian habitat, daya dukung kawasan, serta kesiapan satwa hasil rehabilitasi. Kawasan Resort Mentatai dipilih karena memiliki tutupan hutan yang masih baik, ketersediaan pakan alami yang memadai, serta tingkat gangguan manusia yang relatif rendah,” tuturnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa Balai TNBBBR memiliki tanggung jawab untuk memastikan orangutan yang dilepasliarkan dapat beradaptasi dan bertahan hidup di habitat alaminya.
“Pascapelepasliaran, kami bersama mitra akan melakukan pemantauan secara berkala untuk mengamati pergerakan, perilaku mencari pakan, pembuatan sarang, serta interaksi satwa dengan lingkungan sekitar, guna memastikan proses adaptasi berjalan optimal,” tukasnya.