Budi menyatakan, situasi kebangsaan di Indonesia berada dalam situasi yang genting. Di mana kelompok-kelompok intoleran dianggap berusaha mengganggu tatanan kehidupan berbangsa.
Situasi intoleran ini diduga sudah masuk dalam lingkungan akademisi kampus di Indonesia. Budi pun merujuk pada komentar terbuka para akademisi yang cenderung condong pada aksi intoleran dan radikalisme di Indonesia. Seperti kasus terbaru, postingan dosen Universitas Gadjah Mada Karna Wijaya di media sosial, yang terkesan mengolok-olok Ade Armado dalam peristiwa pengeroyokannya.
"Situasi (intoleran) itu bisa saja terjadi dan masuk dalam lingkungan kampus," ungkapnya.
Karenanya, Budi pun bertekat agar situasi intoleran dalam kampus ini tidak terjadi juga di ITK. Sebagai kampus negeri yang relatif baru di Indonesia, menurutnya, pencegahan paham intoleran di ITK lebih mudah dibandingkan kampus-kampus besar lainnya. ITK memiliki sebanyak 208 tenaga pengajar yang mayoritas masih muda dan lebih mudah untuk dibimbing.
"Bagi seorang dosen yang kebetulan PNS dibayar oleh negara, tentunya harus memiliki nilai kebangsaan dan kecintaan pada NKRI. Jangan sampai kita cari makan dari negara tapi mencela negara terus," ujarnya.
Di lingkungan kemahasiswaan, Budi juga mulai membatasi kegiatan keagamaan mahasiswa yang berpotensi membawa paham intoleran dalam kampus. Ia lebih condong mendorong mahasiswa mengikuti kegiatan pengajian keagamaan yang bisa memicu rasa kebangsaan dan NKRI.
Budi meminta para mahasiswa agar menghargai keragaman dan pluralisme di Indonesia. Kampus ITK dulu sempat dimasuki kelompok pengajian tertentu yang ujung-ujungnya berusaha mempengaruhi ideologi mahasiswa.
Di situasi itu, ia pun langsung melarang aktivitas pengajian di lingkungan kampus yang berpotensi membawa perilaku intoleran mahasiswa.
"Sebagai seorang muslim yang pernah tinggal di Amerika, saya tahu rasanya menjadi minoritas di negeri orang. Kita harus bisa menghargai perbedaan di antara anak bangsa agar bisa lebih maju di masa depan," ujarnya.
Masa seperti sekarang ini, menurutnya, mahasiswa semestinya lebih fokus dalam pengembangan SDM, profesionalisme, komunikasi, intelektual, dan kepemimpinan. Era millennials dan Gen Z membutuhkan para profesional muda yang mempunyai kompetensi di bidangnya masing-masing.