Di era digital, media sosial bukan lagi sekadar tempat berbagi momen, tapi juga ruang pembentukan identitas bagi remaja. Sayangnya, di tengah derasnya arus konten hiburan, rokok sering tampil dalam citra estetis—seperti seseorang yang duduk di kafe sambil mengepulkan asap atau tokoh film pendek yang tampak “deep” saat merokok.
Bagi pelajar yang masih mencari jati diri, visual seperti ini bisa menanamkan persepsi keliru: merokok dianggap keren, dewasa, atau simbol kebebasan. Padahal di balik citra “santai” itu, ada bahaya psikologis dan sosial yang tak bisa diabaikan.
Normalisasi rokok di media sosial bukan hanya menutupi dampak kesehatannya, tapi juga membentuk pola pikir permisif terhadap perilaku adiktif. Pelajar yang sering terpapar konten semacam ini lebih mudah meniru tanpa sadar, hingga berisiko kecanduan nikotin dan menurunnya prestasi akademik.
Berikut lima bahaya utama dari normalisasi rokok di media sosial bagi pelajar: