Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG_0036.jpeg
Ribuan sopir truk di Kalbar gelar aksi damai tolak zero ODOL. (IDN Times/Adpim).

Pontianak, IDN Times – Ribuan sopir truk dan Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kalimantan Barat (Kalbar) menggelar aksi damai menolak kebijakan Zero Over Dimension and Over Loading (ODOL), Kamis (26/6/2025). Aksi ini berlangsung di dua titik, yakni Terminal ALBN di Jalan Trans Ambawang dan Tugu Alianyang Ambawang.

Dalam aksinya, para sopir menuntut pemerintah mencari solusi yang adil dan komprehensif agar kebijakan Zero ODOL tidak merugikan pengemudi, namun tetap mendukung keselamatan dan kelestarian infrastruktur jalan.

“Pemerintah tidak bisa hanya menegakkan aturan tanpa memikirkan dampaknya bagi sopir truk yang hidupnya bergantung pada pekerjaan ini,” ujar salah satu perwakilan sopir.

Meski menolak kebijakan tersebut, para sopir menyatakan siap mendukung aturan selama ada pendekatan yang berimbang dan memperhatikan keselamatan semua pengguna jalan.

1. Pemberlakuan ODOL diundur hingga Januari 2027

Sekda Kalbar, Harisson hadiri massa aksi damai tolak Zero ODOL. (IDN Times/Adpim).

Sekretaris Daerah (Sekda) Kalbar, Harisson, yang turun langsung menemui massa aksi, menyebut para sopir truk sebagai "pejuang logistik" yang berperan penting dalam distribusi barang ke berbagai wilayah Kalbar.

“Teman-teman dari Aliansi Sopir Truk dan Organda adalah pejuang. Mereka mendistribusikan logistik ke seluruh Kalbar. Mereka menolak ODOL diberlakukan sekarang karena khawatir pendapatan mereka menurun,” kata Harisson.

Ia menjelaskan, pemerintah pusat telah merespons aspirasi tersebut dengan menunda penerapan aturan ODOL dari sebelumnya 1 Juli 2025 menjadi 1 Januari 2027.

“Penundaan ini akan dibarengi dengan sosialisasi dan perbaikan infrastruktur dari hulu ke hilir. Setelah semua siap, baru aturan akan diberlakukan,” jelasnya.

2. Tetap minta para sopir jaga keselamatan di jalan

Ribuan sopir di Kalbar gelar aksi damai tolak zero ODOL. (IDN Times/Adpim).

Walaupun penerapan ODOL ditunda hingga tahun 2027, Sekda Harisson meminta kepada para sopir truk ini untuk tetap menjaga keselamatan baik itu pengguna jalan maupun supir itu sendiri.

“Karena sebenarnya ODOL ini kan menyangkut keselamatan sopir, keselamatan di jalan raya, keselamatan pengguna jalan raya. Kalau lebih tinggi, lebih berat, membuat mobil yang sebenarnya hanya untuk kapasitas tertentu, tapi kalau kita bebani di jalan raya dia tidak stabil, justru membahayakan supir sendiri, maupun pengguna jalan raya lain yang ada di sekitarnya,” ungkap Harisson.

3. Jalanan di Kalbar dianggap belum memadai untuk terapkan Zero ODOL

Sopir truk di Kalbar gelar aksi demo. (IDN Times/Adpim).

Sekretaris DPD Organda Kalbar, Maturji, meminta pemerintah mengkaji ulang kebijakan Zero ODOL, terutama mengingat kondisi ekonomi yang belum stabil dan jalan-jalan di Kalbar yang masih belum memadai.

“Sebelum menerapkan Zero ODOL, kendaraan harus diremajakan dulu. Bisa lewat kerja sama antara pengusaha dan pemerintah. Karena over dimension adalah masalah teknis kendaraan, sementara overload kadang berasal dari tuntutan muatan,” katanya.

Ia menjelaskan, beban muatan sering kali berasal dari kesepakatan antara pemilik barang dan pengusaha angkutan. Kenaikan tarif akibat pembatasan muatan berisiko menaikkan harga barang di daerah-daerah terpencil.

“Kami membawa muatan lebih karena kami tidak ingin harga barang melonjak di daerah. Kalau tarif naik, harga barang juga naik, dan masyarakat jadi korban,” pungkasnya.

Editorial Team