ARRUKI menggugat Polda Kaltim dan Gakkum lantaran dinilai lambat mengurusi kasus perambahan KHDTK Lempake. (IDN Times/Erik Alfian)
Sebelumnya, pada Rabu (14/5/2025), Aliansi Rakyat untuk Keadilan dan Kesejahteraan Indonesia (ARUKKI) resmi melayangkan gugatan praperadilan terhadap Polda Kalimantan Timur dan Kementerian Kehutanan. Gugatan ini terkait penanganan kasus dugaan tambang ilegal di area Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK Lempake atau yang lebih dikenal Hutan Pendidikan Universitas Mulawarman, Samarinda.
Wakil Ketua Umum ARRUKI, Munari menegaskan pihaknya tidak ingin kasus ini menguap begitu saja, mengingat dampaknya bisa merusak lingkungan dan mencoreng dunia pendidikan.
“Intinya kami mendesak kepolisian dan Kementerian Kehutanan menangani kasus ini secara serius hingga tuntas,” imbuhnya.
Almas Tsaqibirru, warga yang menggugat Polda Kaltim dan Gakkum turut menyuarakan keprihatinan yang sama. Menurutnya, hingga kini penanganan kasus belum menyentuh aktor intelektual di balik dugaan tambang ilegal tersebut.
“Kesannya hanya mengorbankan pekerja lapangan. Dari laporan ke Polda, baru ada dua calon tersangka,” ungkap Almas.
Gugatan ini secara khusus menyasar Polda Kaltim dan Kementerian Kehutanan, yang dinilai belum menunjukkan langkah nyata dalam mengungkap praktik tambang ilegal yang diduga melibatkan sebuah koperasi berinisial P.
ARUKKI sebelumnya telah melaporkan koperasi tersebut ke Polda Kaltim pada 14 April 2025. Mereka menuding koperasi itu melakukan aktivitas penambangan tanpa izin di KHDTK Lempake, yang diperkirakan telah merusak lahan seluas 3,26 hektare.
Dalam laporan ARUKKI, disebutkan bahwa Koperasi P sempat mengirim surat kepada Rektor Universitas Mulawarman yang ditandatangani oleh ketuanya. Surat itu berisi tawaran kerja sama penambangan—tawaran yang langsung ditolak oleh pihak kampus karena KHDTK Lempake merupakan kawasan pendidikan dan konservasi, bukan untuk eksploitasi sumber daya alam.